Renungan Diri: Sapa Nandur Bakal Ngunduh, Law of Attraction dan Law of Consequences

buku Javanese Wisdom besar

Cover Buku Javanese Wisdom

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

 

“Sapa Nandur Bakal Ngunduh” berarti, “kau menuai sesuai apa yang kau tanam”. Ada aksi, ada reaksi.Ada sebab, ada akibat. Hal ini tak terelakkan. Kasih menghasilkan kasih. Kebencian menghasilkan kebencian. Kedamaian menghasilkan kedamaian dan pertikaian menghasilkan pertikaian.

Bukankah kita semua mengetahui hal ini? bukankah hal ini merupakan common sense? Bukankah tak seorang pun di antara kita yang mau menuai sesuatu yang tidak enak, tidak nyaman, dan tidak menunjang kebahagiaan kita?

 

Siapa Mau Menderita?

Tidak seorang pun. Setidaknya saya tidak mau. Dan barangkali, kemungkinan besar, 99.99% Anda pun demikian

Tapi, faktanya kita tetap mendenta. Ada kalanya penderitaan itu seolah menyambar kita seperti petir di siang bolong. Mengapa? Saat itu jiwa kita pun berontak. Mengapa? Apa salah saya? Apa yang saya lakukan sehingga penderitaan datang bak tamu yang tidak diharapkan?

Sudah berulang kali membaca tentang:

 

Law of Attraction

Hukum Tarik-Menarik. Sudah pula mengikuti berbagai seminar dan workshop tentang hukum tersebut. Sudah mengeluarkan banyak biaya. “Demi Gusti, saya tidak mengundang penderitaan. Siapa yang mau menderita? Tapi, tetap saja saya dikerjain orang,” keluh seorang sahabat penganut setia paham “kau menerima apa saja yang kau tarik lewat pikiran dan perasaanmu.”

Keluh kesahnya mewakili sekian banyak orang yang memiliki keluhan yang sama. Para pakar Law of Attraction mengatakan bahwa hanya 1 atau 2 persen manusia yang menguasai lebih dari 70% kekayaan dunia. Kemudian, keadaan itu selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan 98% orang untuk “menarik” kekayaan.

Celakanya, setelah membaca, mendengar, dan menjalani petuah mereka, para siswa Law of Attraction tetap saja tidak mampu mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Di antara 100 orang yang membaca, mendengar, dan merasa telah menghayati kinerja hukum tersebut, yang berhasil tetap sejumlah kecil saja. Sisanya tidak memperoleh manfaat yang mereka harapkan dan yakini dapat mereka peroleh.

Seorang sahabat lain memenuhi ruang tidurnya dengan lukisan-lukisan Euro, Dollar AS, Yen, Pound Sterling, Yuan, dan mata uang lainnya. Bahkan lembaran-lembaran mata uang asli pun ditempelnya di sana-sini. Tapi, tetap saja…..

 

Law of Attraction TIDAK BEKERJA

Setidaknya demikian baginya. Mengapa?

jelas:

  1. Dengan memenuhi ruang tidurnya dengan lukisan-lukisan tersebut atau menyebarluaskan “berita tentang keinginannya, ekspekatsinya” Iewat facebook, twitter, profil di blackberry dan sebagainya, sesungguhnya ia mengafirmasi kemiskinan dirinya. Secara implisit, ia menyatakan, “Aku miskin, aku miskin, aku tidak punya uang, aku tidak punya uang.” Dan, lebih celaka lagi:
  2. Ia tidak cukup percaya diri. Ia juga mengafirmasi bahwa dirinya tidak mungkin memperoleh segala apa yang didambakannya itu lewat kerja atau atas kemampuannya. Maka ia sedang mencari jalan pintas. Seorang yang percaya diri, percaya pada kemampuannya, dan mau bekerja keras tidak membutuhkan petuah dari para pakar Law of Attration. Ia sedang bekerja, dan sebagai konsekuensi dari pekerjaannya, ia pun sedang meraih keberhasilan.

Sayang sekali bahwa para pakar Law of Attraction tidak memahami asal-usul dan dasar dari peraturan yang mereka salah sebut sebagai hukum.

Hukumnya adalah….

 

The Law of Consequences

Atau Hukum Sebab Akibat, Hukum Aksi Reaksi. Leluhur kira mcnyebutnya the Law of Karma, Hukum Karma.

Hukum bukan dalam pengertian hukuman atau punishment, tetapi dalam pengertian order, orderliners, atau peraturan. Dan Karma bukanlah “tindakan buruk” atau “jahat” tetapi “tindakan”. Ya, tindakan saja. Titik. jika Anda keberatan menggunakan istilah Karma, gunakan saja Aksi-Reaksi, Sebab-Akibat, atau istilah lain yang belakangan ini lebih saya sukai: Konsekuensi.

Ya, konsekuensi. Jadi, jika Anda “membayangkan” dollar, maka konsekuensinya juga “bayangan”, bukan dollar. Keberuntungan yang Anda peroleh berupa bayangan, khayalan, bukan lembaran dollar yang sesungguhnya.

 

Banyak Sekali Kesalahpahama tentang Hal lni

Seorang teman mengagung-agungkan Law of Atrraction, karena “berhasil” memperoleh dana pinjaman ratusan juta: “Bayangkan begitu mudahnya saya mempcroleh pinjarnan. Bahkan dari orang-orang yang sebelumnya saya tidak mungkin akan meminjamkan uang. Ada yang malah mengatakan, ‘tidak perlu pinjam-pinjam. Kuserahkan. Kapan-kapan kalau sudah punya keuntungan, kembalikan.’”

Setelah mengikuti program yang mahal dan menikmati coffe break serta makan siang mewah, ia pun memperoleh order dari salah satu instansi. “Semuanya menjadi mudah, bagian pembekalannya langsung memberi order. Biasalah, dia minta 20% buat dia. Komisi. jadi, kunaikkan harganya. Eh, diterima juga.”

 

Keberhasilan Bayangan

Sukses imajinernya itu tidak bertahan lebih dari 8 bulan. Apa yang disebutnya keberhasilan berkat law of attraction sesungguhnya adalah sukses semu berkat suap. Kalau mau cari untung dengan cara itu, kata sahabat saya dengan logat Sunda tulen, “Abdi tidak perlu lap-lapan apa tuh….”

Bulan ke-9, kawan kita sudah bangkrut. Setelah dihitung-hitung, uang puluhan juta yang pernah dikeluarkannya untuk mengikuti program yang dibangga-banggakannya pun ludes bersama kebangkrutannya. Celaka tigabelas. Mengapa itu terjadi?

Karena keberhasilan adalah hasil dari kerja keras. Keberhasilan adalah hasil dari keahlian. Keberhasilan adalah hasil dari ketekunan, kegigihan, keuletan, Keberhasilan adalah hasil keringat.

Kerja keras, keahlian, ketekunan, kegigihan, keuletan, dan keringat itulah yang kemudian menarik keberhasilan. Di sana barulah law of attraction bekerja.

Banyak orang yang mengikuti petuah para pundit, para pakar, dan “merasa” kaya, kemudian menggunakan kartu kredit untuk membeli dan menyicil apa saja yang selama ini mereka inginkan. Tiga bulan kemudian mereka dikejar debt collector karena tidak mampu membayar cicilan. Barang ditarik kembali, uang muka dan cicilan hangus. Belum sclesai satu perkara, datang lagi debt collector dari bank yang mengeluarkan kredit.

Intinya, dengan bekerja keras, bekerja cerdas, dan sesuai dengan Hukum Konsekuensi, Anda akan menuai hasilnya. Kemudian, sesuai dengan peraturan atau the Rule of Attraction, keringat Anda akan menarik keberhasilan. Cobalah, Anda pasti berhasil...

Akhir kata, janganlah menanam bayangan. Karena, kalau itu yang kau tanam, maka bayangan pula yang kau tuai.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2012). Javanese Wisdom, Butir-Butir Kebijakan Kuno bagi Manusia Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

 

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan #Yoga Patanjali: Siddhi Kekuatan Supernatural, Bawaan Lahir, Terapi, Afirmasi dan Mantra

buku yoga sutra patanjali

Cover Buku Yoga Sutra Patanjali

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

 

janma-osadhi-mantra—tapas-samadhi-jah siddhayah

 

“Siddhi, beragam kekuatan-kekuatan natural dan supernatural,

dan/atau excellence, kesempurnaan dalam berbagai bidang,

adalah hasil dari kelahiran (dalam keluarga dan di lingkungan

yang menunjang hal itu—ini yang biasa disebut potensi bawaan);

osadhi atau rempah-rempah dan tumbuhan-tumbuhan (yang

digunakan sebagai obat untuk memperbaiki berbagai dosa,

kekurangan, kelemahan, dan kesalahan dalam diri seseorang, yang

dapat memengaruhi karakter dan sikapnya terhadap hidup dan

kehidupan); mantra atau afirmasi (untuk mengingatkan diri akan

kekuatan dan potensi-diri); tapa atau disiplin-diri;

atau samadhi, pencerahan.”

Banyak opsi, banyak pilihan.

Tinggal memilih mau mengumpulkan siddhi – dalam konteks ini kekuatan, kesaktian natural, alami, dan atau supernatural.

 

PERTANYAANNYA, APAKAH ITU YANG MENJADI TUJUAN KITA? pertanyaan tersebut mesti dijawab sendiri. Perhatikan gaya Patanjali. Bab terakhir ini pun diawalinya dengan memberi kita pilihan, mau kita apa.

Jangan lupa pula segala cara, semua cara yang diurutnya, dirangkumnya dalam sutra ini bisa juga mengantar kita pada kaivalya—the suchness – , jika kita tidak berhenti pada tahap pengumpulan siddhi saja.

Perhatikan urutan siddhi.

Pertama adalah yang kita raih sebagai sifat bawaan. Ini yang sekarang banyak dibicarakan, diramaikan, dibahas. Anak-anak dengan kekuatan-kekuatan yang “dianggap” supernatural yang disebut indigo, crystal children, dan seterusnya.

Sekali waktu Hola bertemu dengan seorang anak indigo, dan langsung saja ia memperkenalkan diri, “Hi, little brother, remember me, your elder brother?”—masih ingat saya Dik, kakakmu?

Sang Indigo-Child bingung.

Ia mesti mengakses database-nya untuk mencari file Hola, ternyata tidak ketemu juga.

Hola mendeteksi dilemanya, “Jangan gelisah Dik, tidak perlu mencari data segala. Kita sama-sama indigo.”

Anak itu berontak, ia merasa ke-indigo-annya tersaingi, “Ah, kamu berkhayal saja. Aku bisa melihat kamu bukan indigo. Tidak ada ciri-ciri indigo dalam dirimu.”

SEORANG PSIKOLOG YANG MENJADI AGEN SANG INDIGO CHILD IKUT KEGERAHAN, “Untuk menyatakan diri sebagai Indigo Child, Anda harus menjalani berbagai tes, setelah lulus, baru…”

Hola memotongnya, “Tes untuk apa? Aku memiliki Akta Kelahiran. Bahkan Paspor dan Kartu Pendudukku, semua menjadi bukti ke-indigo-anku.”

Wah celaka, pikir Sang Psikolog, orang ini gila, sampai bisa memengaruhi penguasa untuk menjadi saksi akan ke-indigo-annya dengan mencantumkan di dokumen-dokumen resmi.

Tapi kemudian, dalam sekejap, ia tercerahkan kembali, “Bukti, apa buktinya, mana buktinya? Coba aku lihat KTP-mu.”

“Silakan,” spontan Hola mengeluarkan KTP-nya. “Silakan periksa sendiri.”

Sang Psikolog memeriksa, si Indigo Child pun ikut melirik. Kemudian, mereka berdua menarik napas panjang, lega, “Candaanmu bagus juga, Bung. KTP-mu ini jelas menyebutkan kamu lahir di India.”

“Ya, memang betul.”

“Di mana indigo-nya?”

“Ya itu…kalian tahu nggak sih arti indigo‘?

“Indigo itu berarti ‘dari India’. Coba buka kamus. Aku dari India, ya, indigo.”

Memang demikian adanya.

Indigo berarti “dari India”, dari Hindia, Indies, Indo. Jadi, saya dan Anda yang lahir di Indonesia pun—semua, tanpa kecuali—boleh menyebut diri sebagai Indigo Child. Secara teknis, tidak salah.

Kembali pada sutra.

 

SETIAP ANAK LAHIR DENGAN SIFAT-SIFAT BAWAAN—yang dijelaskan secara apik dalam Bhagavad Gita. Sifat bawaan ini dapat dibagi dalam 2 Kelompok Besar: Kelompok Asuri atau Syaitani, dan Daivi atau Ilahi, Mulia.

Nah, terkait dengan dua sifat itulah, setiap potensi-bawaan bisa menjadi destruktif, bisa juga menjadi kreatif.

Siddhi atau potensi-potensi bawaan memang tidak sejenis dan seragam dalam diri setiap anak yang lahir. Ada anak yang berbakat dalam musik atau seni lainnya. Ada yang berbakat dalam bidang sains. Ada yang sejak kecil tertarik dengan segala hal yang terkait dengan spiritualitas. Ada juga yang sejak kecil sudah memiliki sifat untuk berdagang.

Sifat-sifat bawaan ini ada yang menyebutnya natural ada pula yang menyebutnya supernatural. Padahal, tentang supernatural pun, sesungguhnya masih dalam kerangka besar prakrti, pradhana, kebendaan, alam-benda, kebendaan – apa pun sebutannya.

 

MASTER LAHIR DENGAN KEMAMPUAN YANG DISEBUT MIRACULOUS, bahkan beliau dijuluki sebagai Man of Miracles. Lalu, apa kata beliau tentang mukjizat-mukjizat yang “terjadi” di sekitarnya? Beliau menyebutnya sesuatu yang natural, alami. Segala apa yang terjadi, tercipta dari apa yang tampak sebagai “tangan kosong” atau dari “udara”, sesungghnya tetap memanfaatkan elemen-elemen alami dan cela-cela dalam hukum alam – kita sebut “cela” karena belum dapat menafsirkannya.

Miracles atau mukjizat pun terjadi dalam alam-benda, maka apa kata Master memang sudah tepat, yaitu semua masih materi, benda, kebendaan, prakrti.

Selanjutnya adalah

 

SIDDHI YANG DIPEROLEH BERKAT OSADHI ATAU RAMUAN dari rempah-rempah, dari tumbuhan. Kata “usada” atau “husada” berasal dari osadhi. Tujuannya adalah menyembuhkan, memperbaiki gangguan-gangguan dalam tubuh sehingga kita dapat bekerja secara optimal.

Ada juga rempah-rempah dan tumbuhan yang membantu perbaikan kinerja kelenjar-kelenjar, seperti pineal, pituitary, dan sebagainya. Kelenjar-kelenjar ini terkait dengan relaksasi dan meditasi. Mereka yang supergelisah, pikirannya sangat kacau, ada kala membutuhkan terapi untuk mencapai excellence, kesempumaan dalam bidangnya.

 

BERIKUTNYA ADALAH TENTANG MANFAAT MANTRA ATAU AFIRMASI. Seseorang yang sejak kecil dicekoki dengan doktrin bahwa dirinya adalah manusia berdosa, tumbuh menjadi minder, tidak percaya diri.

Afirmasi sangat berguna untuk meng-counter, membalikkan pengaruh afirmasi negatif sebelumnya. Afirmasi negatif, seperti “aku berdosa” bisa diperbaiki dengan afirmasi positif, seperti “aku bertanggung jawab atas segala perbuatanku; aku dapat mengubah sikapku, perbuatanku, sehingga berakibat baik bagi diriku dan setiap orang di sekitarku;” dan sebagainya, dan seterusnya.

Mantra-mantra dalam bahasa Sanskrit sesungguhnya adalah afirmasi, bukan mumbo-jumbo klenik. Karena tidak paham, makn terjadilah salah paham.

Misalnya:

– Om Gam Ganapataye Namah adalah afirmasi untuk membangkitkan unsur Ganesa atau kebijaksanaan serta daya-kepemimpinan di dalam diri; semangat pantang-mundur; keberanian untuk menghadapi segala rintangan, dan sebagainya;

– Om Sarasvataye Namah adalah afirmasi untuk membangkitkan aspek sains dan seni dalam diri kita;

– Om Laksmiye Namah adalah afirmasi untuk membangkitkan semangat entrepreneur, semangat kewirausahaan;

– Om Durgaye Namah untuk keberanian; dan sebagainya.

 

KEMUDIAN SIDDHI SEBAGAI HASIL DARI TAPA, berarti kesempurnaan yang diraih berkat disiplin-diri. Saya rasa tidak perlu dibahas lagi. Setiap orang yang disiplin, sudah pasti berhasil, sudah pasti sukses.

Terakhir…..

 

SIDDHI HASIL SAMADHI, inilah yang kelak mengantarkan kita pada kaivalya—the suchness.

Namun dalam perjalanan menuju keadaan super yang terjelaskan itu, setiap siddhi, setiap kesempurnaan yang diraih dengan cara apa pun dan di bidang apa pun, sudah pasti memiliki sisi negatif. Sisi negatif yang disebabkan oleh gugusan pikiran serta perasaan kita sendiri, oleh mind kita sendiri.

Contoh yang paling umum: Seseorang yang berhasil menjadi kaya raya, jika tidak menjaga diri, niscayalah ia menjadi korban egonya sendiri, keangkuhannya sendiri.

“Aku kaya, aku berhasil karena kerja kerasku sendiri, upayaku sendiri.” Kalimat itu, walau “mungkin” benar, tidak patut diucapkan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu, kita memberikan bahan bakar kepada ego. Sebab itu, berhati-hatilah selalu.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2015). Yoga Sutra Patanjali Bagi Orang Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace.

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Sekapur Sirih dari buku Tattva Sang Hyang Mahajnana

buku dvipantara yoga sastra

Cover Buku Dvipantara Yoga Sastra

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

“Mimpi seorang fisikawan adalah pencarian jawaban-jawaban terakhir

yang menuntun pada kesimpulan yang sederhana, unik, dan mutlak.

Idealnya, teori final… seharusnya demikian karena

memang tidak ada kemungkinan lain…

Singkatnya, teori final ini akan merjadi surga unified-theory.”

Brian Greene (b. 1963)

Fisikawan, “The Elegant Universe ”

 

Bukan hanya fisikawan, sebagaimana dikutip dari buku yang sama, Brian Greene menambahkan:

“Kita semua, dengan cara masing-masing,

merupakan pencari kebenaran dan

kita masing-masing merindukan sebuah jawaban mengapa kita ada di sini.”

 

PARA RESI DAN PENCARI, PARA ILMUWAN JIWA dari Peradaban Sindhu, Shintu, Hindu, Indies, Indo harus bekerja keras dan bereksperimen dalam waktu yang sangat lama untuk akhimya sampai pada kesimpulan bahwa fisika, ilmu tentang materi dan keberadaan material; dan keberadaan material ini adalah berlandaskan pada prinsip dualitas. Oleh karenanya, mereka melanjutkan pencarian mereka, eksperimen mereka pada tataran lain — pada tataran mental/emosional dan intelektual.

Seiring berkembangnya intelek mereka, mereka menemukan bahwa bahkan melampaui ranah Intelegensia, ada ranah lain – ranah spirit, ranah ruh yang mereka simpulkan adalah Ranah Kesatuan, Ranah Kemanunggalan, Ranah yang “Demikian Adanya” — Kaivalyapada.

  1. SUDARSHANA DEVI SINGHAL, bunga lain dalam taman Prof. Dr. Raghu Vira dari International Academy of Indian Culture, telah berjasa besar dengan berbagi dengan dunia kebijaksanaan kuno yang telah terlupakan dari Dvipantara, yang dikenal sekarang sebagai Kepulauan Indonesia.

Kita telah membahas dalam kata pengantar untuk Sara-Samuccaya, Slokantara, dan Sevaka Dharma (Dvipantara Dharma Sastra, 2015); sungguh suatu tantangan hebat bagi Prof. Raghu Vira dan timnya yang sangat mengagumkan, termasuk Dr. Singhal yang merupakan salah satu anggotanya, untuk merekonstruksi isi dari manuskrip yang telah rusak. Thank you, Sir. Thank you, Madam.

Sara-Samuccaya, Slokantara, dan dua naskah yang dihadirkan di sini, sampai hari ini dihormati sebagai pustaka mulia oleh penduduk asli pulau Bali.

Fakta bahwa kitab-kitab ini aslinya ditulis dalam bahasa Sanskrit oleh para bijak, para resi, yang jelas-jelas merupakan penduduk asli dari kepulauan ini – kemungkinan besar orang-orang Jawa — telah menambah nilai dan makna pentingnya, terutama bagi para penduduk Bali, ahli waris peninggalan dan kebijaksanaan kuno Dvipantara atau Kepulauan Indonesia.

 

MEMBACA ULANG NASKAH-NASKAH SEPERTI INI, kita tidak bisa tidak menyimpuIkan bahwa keseluruhan wilayah ini, sebagaimana diakui oleh Sejarawan Besar Arab, Al-Biruni (973 – 1048) dalam magnum opus-nya “Tarikh Al-Hind” (“Sejarah India” atau lebih dikenal sebagai “Indica”) sesungguhnya adalah bagian dari peradaban yang satu dan sama — peradaban yang sekarang disebut sebagai Peradaban Lembah Indus.

Sindhu dalam bahasa asli Sanskrit, pertama kali disebut oleh para pelancong Cina sebagai Shintu, kemudian Intu – dilafalkan sebagai Hindu oleh para Arab dan Persia. Portugis menyebutnya Indies, dan Inggris serta Belanda menciptakan kata India dan Indo.

 

PERADABAN SINDHU INI TELAH MELAHIRKAN berbagai filosofi, agama, dan sistem kepercayaan. Beberapa  di antaranya adalah…

Rta atau Sanatana Dharma — sebuah cara hidup berdasarkan Prinsip-Prinsip Kebajikan, sekarang digunakan untuk merujuk pada Agama Hindu — mungkin adalah filosofi tertua yang “terdokumentasikan” tentang kehidupan.

Sangha atau Komunitas yang didirikan Buddha — eksperimen skala besar pertama tentang kehidupan komunal — juga didasarkan pada Dharma, nilai-nilai kebajikan.

Filosofi Jain, Panth atau Jalan Sikh — ini adalah yang populer. Sesungguhnya masih ada beberapa yang Iain — yang masih hidup dan terus berkembang, yang menjadikan Peradaban Lembah Sindhu atau Indus sebagai satu-satunya peradaban kuno yang masih bertahan.

 

KITAB YANG BERADA DI TANGAN ANDA, KAWAN, adalah hadiah dari peradaban tersebut. Kitab-kitab ini mengundang Anda, mengundang kita semua untuk merayakan Kesatuan, Realitas Tunggal, dan pada saat yang sama juga mengakui dan mengapresiasi perbedaan luaran yang tampak jelas.

Kitab-kitab ini membawa kita melampaui gagasan populer, ide populer tentang “Persatuan dalam Perbedaan” — mereka mengajarkan kita bahwa di inti segala hal, hanya ada Satu Kebenaran. Perbedaan-perbedaan yang kita lihat hanyalah manifestasi dari Kebenaran yang Satu itu.

Saya merasa terberkahi dengan kesempatan yang diberikan oleh Bunda Ilahi, Gusti Semesta, untuk berbagi transkreasi yang didasarkan pada Naskah Asli dalam bahasa Sanskrit.

Semoga kita semua diterangi oleh tulisan ini, demikianlah doa sederhana saya,

Anand Krishna

Dikutip dari (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Yoga Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Antara Michel Jackson dan Beatles, Memilih Jenis Musik bagi Penunjang Kesadaran

buku kearifan mistisisme

Cover Buku Kearifan Mistisisme

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

 

“Guyuran DMT saat kematian menentukan perjalanan ruh selanjutnya. Jadi bukan urusan kehidupan ini saja, tetapi juga kehidupan berikutnya.”

Ketika roh melepaskan badan tanpa rasa sakit, tidak ada energi yang terboroskan, dan ia — roh — dapat berpikir secara jemih. Ia dapat menentukan sendiri apakah perlu lahir kembali, tidak, atau belum. Jika ya, maka di mana, tujuannya apa, pelajaran baru apa saja yang ingin dipelajarinya.

Sesungguhnya, kita semua ditakdirkan untuk melewati masa transisi seperti itu. Sayangnya tidak selalu demikian, karena diri kita tidak siap.

Siapkan diri Anda sejak hari ini dan saat ini juga, maka pengalaman kematian bisa menjadi lebih indah daripada pengalaman terindah sepanjang hidup Anda di dunia ini.

Sahabat kita menjelaskan:

“Ketika Roh Merasa Bebas, ia bisa menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan dalam masa kehidupan berikutnya. Saat itu intelegensia yang bekerja. Ia bisa memilah dan memilih yang ‘terbaik’ bukan saja bagi ‘diri’nya, tetapi juga bagi seantero alam. Karena dalam kebebasannya itu ia merasakan kesatuan dan persatuan dengan semesta.

“Sebaliknya, jika ia tidak merasa bebas, maka yang menentukan kelahiran berikutnya adalah keinginan-keinginan dan obsesi-obsesinya yang terpendam (Yang semuanya masih berada dalam wilayah lingkup gugusan pikiran serta perasaan atau mind. Mind yang sebagaimana telah kita ulas secara rinci dalam Yoga Sutra Patanjali, dan Bhagawad Gita bagi Orang Modern yang baru saja dicetak ulang untuk kesekian kalinya, belum bertransformasi menjadi buddhi atau intelegensia).

“Tidak terjadi pemilahan dan pemilihan apakah keinginan-keinginan dan obsesi-obsesi itu baik atau tidak dan membantu peningkatan kesadaran diri atau tidak. Misalnya, seseorang memiliki obsesi untuk menjadi penyanyi atau pemusik rock. Jika ia ‘mati dalam ketidaksadaran’karena guyuran DMT yang tidak sesuai dengan kebutuhannya, maka obsesi dan keinginannya yang bekerja, dan ia lahir dalam keluarga di mana orangtuanya akan membantu dia untuk mewujudkan keinginannya.

“Tetapi, jika ia ‘mati dalam kesadaran’ maka inteligensinya memandu, ‘musik memang baik, tetapi frekuensi music rock tidak membantumu, lahirlah dalam keluarga di mana kau akan memperoleh kesempafan untuk menekuni jenis musik yang dapat menunjang kesadaranmu.’ Atau, bahkan dipandu untuk memilih sesuatuyang lain sama sekali.

“Musik rock berada pada frekuensi yang cukup rendah. Musik rock menarik kesadaran manusia ke bawah, pada dunia benda, pada segala sesuatu yang bersifat duniawi.

“Ini yang terjadi pada Michael Jackson. Dalam kelahiran sebelumnya ia memiliki obsesi untuk menjadi pemusik. Kemudian, obsesinya itu menentukan kelahirannya dalam keluarga yang tidak hanya mendukung dan membantu untuk merealisasikan obsesinya, tetapi juga ‘menjualnya’. Padahal, dalam kelahiran sebelumnya, Michael Jacksan juga pernah mendalami spiritualilas, kendati tidak terlalu intens.

“Setelah meraih sukses duniawi, sebagaimana telah Pak Krishna uraikan secara panjang lebar dalam buku tentang Michael Jackson (The Gospel of Michael Jackson dalam dwibahasa Indonesia dan Inggris – a.k.) ia mengalami kebingungan yang hebat.

“Rock Tidak Menjawab Kebutuhan Jiwa. Kebutuhan Jiwa Michael Jackson pun tidak terpenuhi. Naman, ia tidak bisa menjauhkan diri dari rock. Maka, hidupnya berakhir tragis.

“Tidak demikian dengan kelompok Beatles. Setelah menyadari kebutuhan Jiwa, mereka membubarkan kelompok yang saat itu sedang di puncak kejayaan. Industri hiburan menertawakan keputusan mereka, tapi mereka tidak peduli.

“Setelah pembubaran itu, karya mereka secara terpisah memiliki warna yang beda. Bahkan, beberapa saat sebelum bubar pun, karya-karya George Harrison dan John Lennon sudah memiliki warna yang berbeda dari warna sebelumnya.

“Bakat musik muncul dan dapat dilihat dengan jelas ketika seorang anak masih balita. Saat itu, sebaiknya orangtua yang sudah berwawasan spiritual mengarahkan anaknya ke musik yang dapat membantu Jiwanya.

“Sebagian orangtua merasa bahwa anak-anak mesti dibiarkan mengembangkan sendiri potensinya. Dalam hal ini, ada kesalahan persepsi. Potensi seorang anak sebagai musisi dan penyanyi memang mesti didukung. Itu adalah potensinya.

“Tapi, Jenis Musik Bukan Potensi. Jenis musik adalah pilihan. Barangkali seorang anak memiliki potensi sebagai pengusaha, pedagang. Baik. Potensi tersebut perlu didukung, tetapi apakah ‘berdagang ssnjata’ mesti didukung juga? .Apakah memperdagangkan badan manusia mesti didukung juga? Apakah usaba pelacuran perlu didukung? Jelas tidak. Demikian juga dengan jenis musik yang tidak menunjang perjalanan Jiwa tidak perlu didukung.

“Tentunya, advis ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki wawasan spiritual. Mereka tidak perlu membaca buku ini. Untuk apa?

“Siapa yang berhak untuk melarang mereka jika memang ingin mengembangkan rock atau musik jenis lain yang lebih keras lagi? Tidak ada yang dapat melarang mereka. Sebagaimana kita tidak dapat melarang para pedagang senjata dan tidak bisa menghentikan pabrik rokok atau minuman keras.

“Orangtua yang Berwawasan Spiritual bertanggungjawab untuk mengarahkan anak-anak mereka pada jalur yang akan membantu perkembangan Jiwa.

“Orangtua yang sudah kenal spiritual dan sudah memahami hal-hal seperti ini ketika anak-anak mereka masih kecil, masih di bawah 14-15 tahun, sebetulnya sangat beruntung karena anak-anak dan remaja seusia itu masih bisa diarahkan.

“Kalau seorang anak sudah berusia di atas 14-15 tahun, maka sulit diarahkan. Karakter mereka sudah mulai terbentuk.

“Memang tidak selalu mudah untuk mengarahkan seorang anak, walau masih kecil atau remaja—kadang keinginan dan obsesi mereka dari kehidupan sebelumnya sangat kuat. Tetapi, bagaimana pun juga orangtua mesti tetap berusaha. Itu kewajiban orangtua, tidak perlu memikirkan hasilnya.

“Selain itu, sesungguhnya, seperti yang juga sudah diakui oleh para Neurosaintis, proses wiring atau semacam pembentukan/penataan otak manusia berjalan hingga usia 30an ta/hun. Jadi jika memang ada keinginan aun ditunjang oleh pergaulan—maka hingga usia 30-32 tahun pun karakter manusia masih bisa ditata.

Dikutip dari (Krishna, Anand. (2015). Kearifan Mistisisme, Panduan untuk Menyelaraskan Diri dengan Semesta dan Menyerap Suara Yang Maha Ada, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Meditasi Tidak Meninggalkan Dunia Tapi Membekali Kita Semangat dan Keberanian Menghadapinya

buku kidung agung

Cover Buku Kidung Agung

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

Si Jelita: “Aku milik kekasihku, ia menginginkan aku.”

Betul, Salomo, apa pun yang kau katakan itu betul. Tubuhku molek, mulutku manis, mataku seperti ini, hidungku seperti itu, tapi aku bukanlah milikmu. Aku milik kekasihku.

Mulutku memang semanis air anggur, Salomo tetapi—seperti yang dijelaskan oleh penerjemah lain—anggur itu mengalir kepada kekasihku dengan tak putus-putusnya… it passes by, melewati, bibir mereka yang sedang tidur.

Kamu sedang tidur Salomo. Kamu tidak dapat menikmati anggur yang mengalir dari mulutku, lewat bibirku. Air anggur ini bukan untukmu. Air anggur ini hanyalah untuk mereka yang terjaga.

Air Anggur Surgawi sedang mengalir, senantiasa mengalir dengan tak putus-putusnya. Sayang sekali, mulut kita tertutup rapat. Kita tidak bisa menikmati aliran air anggur itu.

Persis seperti Salomo, kadang kita berada begitu dekat dengan seorang Masiha. Sungai Anggur Surgawi mengalir persis di depan rumah, tetapi kita tidak memanfaatkannya sama sekali. Pintu rumah kita tertutup rapat.

Seorang pejalan menasihati pejalan lain: “Bukalah dirimu terhadap sang guru.” la mendatangi guru dan memuntahkan segala apa yang ada di dalam dirinya. lnilah yang dilakukan oleh Salomo. Ia memuntahkan nafsunya.

Membuka diri terhadap guru, terhadap Masiha, terhadap Si Jelita, berarti membuka diri bagi apa yang hendak disampaikannya. Bukan untuk memuntahkan kotoran kita. Untuk itu, cukup menggunakan kamar mandi di dalam rumah atau selokan di luar rumah.

Sang Masiha berada di depan pintu. Ia mengetuk pintu kita. Sayang kita tidak mendengar ketukannya. Dan, ia pun melewati rumah kita. Kita masih tertidur lelap di dalam rumah. Kita tidak sadar akan kedatangannya. Sayang sekali!

Celakanya, kadang kita sudah membuka pintu baginya, dan mempersilakan dia masuk ke dalam rumah, tapi kemudian kita tertidur lagi. Kita tertidur di depan Sang Masiha. Kita pikir pertemuan itu terjadi di dalam mimpi.

“Aku milik kekasihku, ia menginginkan aku” – Dalam terjemahan lain, “Kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju”. Si Jelita tidak hanya yakin akan cintanya, tetapi juga yakin akan cinta sang kekasih terhadapnya.

Saatnya kau menyerah, Salomo. Melepaskan dia; melupakan dia, atau membiarkan dirimu tenggelam di dalam cintanya. Murshid yang telah lenyap dalam Kasih Ilahi berada di depan mata. Biarlah diri kita lenyap di dalamnya dan kita pun akan merasakan kelenyapannya—Kelenyapan Agung!

Sesaat lagi Si Jelita akan bebas, terbebaskan dari lingkaran kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan. Sesaat lagi ia akan hadir dalam pesta raya yang digelar oleh kekasihnya. Apa yang masih kau pikirkan, Salomo? Apa yang masih kau tunggu? Biarlah dirimu tenggelam di dalam dirinya.

Salomo menanggapiku, “Aku mencintainya….”

Ya, ya, ya, kau mencintainya dengan penuh nafsu. Kau ingin memilikinya. Itu tidak sama dengan membiarkan dirimu tenggelam di dalamnya. Apa yang kau sebut cinta itu masih nafsumu, nafsu murni; nafsu untuk memiliki.

Apakah kau tidak rnendengar: “Aku milik kekasihku, ia menginginkan aku. Kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju”?

Ia mengajakmu untuk menjadi milik Sang Kekasih, untuk “ikut” menjadi milik-Nya. Kau malah ingin memiliki dia.

Dunia ingin memiliki kita. Keluarga, kerabat dan orang-orang yang rnengaku seumat dan seiman ingin memiliki kita. Lembaga-lembaga keagamaan dan politik berebutan untuk memiliki kita. Kadang mereka bergabung untuk menyatakan kepemilikan mereka atas diri kita. Berhati-hatilah… kapal kita berada di tengah laut, wilayah kekuasaan para pembajak laut. Barangkali kita tidak melihat mereka karena mereka selalu bersembunyi di balik ombak. Mereka pintar, licik. Kapan saja rnereka dapat berlaga untuk membajak jiwa kita, untuk merampas kesadaran kita.

Ada yang mengoceh: “Untuk apa bermeditasi, apa gunanya? Nikmati dunia ini. Inilah kenyataan yang paling nyata. Inilah realitas. Meditasi adalah khayalan.”

Ada yang rnerayu, “Mas, kamu masih muda. Nanti kalau sudah berusia, silakan bertapa. Jangan menyia-nyiakan usia mudamu. Meditasi adalah pekerjaan orang tua.”

Ada yang mengintimidasi, “Apa yang kau lakukan itu menjauhkan dirimu dari komunitasmu. Kau akan berdiri sendiri tanpa seorang pun  di sampingmu.”

Ada yang mengancam, “Pilih, aku atau meditasimu.”

Di tengah ocehan, rayuan, intimidasi, dan ancaman itu, suara kecil nurani hampir tidak terdengar: “Kau milik kekasihmu, ia menginginkan kamu, kepunyaan kekasihmu kau…” Hanya beberapa gelintir orang yang masih mendengar suara itu menjadi pemberani. Mereka memperoleh semangat dari pendengarannya. Mereka tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh dunia. Mereka bertindak sesuai dengan kata hati, sesuai dengan suara nurani mereka.

Meditasi bukanlah meninggalkan rumah dan keluarga. Meditasi juga tidak berarti meninggalkan dunia. Meditasi membekali kita dengan semangat dan keberanian untuk menghadapi segala macam tantangan. Kita tetap tinggal di dalam dunia yang sama, di tengah keluarga yang sama, tetapi tidak diperbudak oleh mereka. Seorang istri atau seorang suami tidak dapat menyandera jiwa kita. Orangtua dan saudara tidak boleh merampas hak untuk bertindak sesuai dengan nurani kita. Berilah mereka pengetahuan tentang jatidiri dan kebutuhan rnanusia untuk menemukannya, karena tanpa penemuan itu, rnanusia merasa hampa. Ia merasa tidak berguna. Kemudian, tindakannya pun kacau dan mengacaukan.

Kita menjadi suami dan istri yag lebih baik karena meditasi. Lebih mencintai, lebih bertanggung jawab, karena meditasi membebaskan jiwa, dan hanyalah jiwa bebas, jiwa merdeka yang dapat bertindak secara bebas dan bertanggung jawab.

Kita menjadi manusia yang lebih baik karena meditasi, dan dunia ini sungguh membutuhkan beberapa manusia baik yang rela berkorban demi kebaikan umat manusia, untuk mencegah terjadinya kehancuran total—manusia-manusia baik yang rela mengorbankan kenyarnanann demi kedamaian dunia, manusia-rnanusia baik yang siap berkarya tanpa parnrih, demi kesatuan dan persatuan dunia.

Bila Si Jelita mewakili dunia, jadikanlah dia wahana untuk mengantarmu kepada Sang Gembala, The Eternal Lover—Kekasih Sejati, Abadi. Keinginan kita untuk memiliki Si Jelita, untuk menguasai dunia—keterikatan kita dengan materi—justru menjauhkan diri kita dari The Ultimate Matter, Materi Utama, yaitu Energi itu sendiri.

Keterikatan adalah beban, dan jiwa kita merasakan beban itu. Seorang janda, berusia sudah di atas kepala enam, berterus-terang: “Hidup menjanda lebih nyaman.” Bukan karena suaminya seorang pria yang tidak baik, bukan karena dia jahat, tetapi karena dia sangat terikat dengan keluarga. Ia tidak memberi kebebasan yang dibutuhkan oleh masing-masing anggota keluarga.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2006). Kidung Agung Melagukan Cinta Bersama Raja Salomo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Mati dengan Membawa Banyak Keinginan Akan Lahir Lagi Tanpa Kesadaran

buku rahasia-alam-500x500

Cover Buku Alam Rahasia

Alkisah, karena tidak memahami hal itu, Shukra terjebak dalam lapisan Svarga. Dan dia menikmatinya. Ia membutuhkan “waktu dunia” bertahun-tahun untuk menyadari ketidaksadarannya. Ternyata Svarga dengan segala isi serta kenikmatannya hanyalah proyeksi dari pikirannya. Obsesi-obsesinya selama sekian banyak inkarnasi rnewujudkan Svarga sesuai dengan keinginannya. Svarga dan Narka memperoleh tenaga dan bisa bertahan dalam wuju mereka masing-masing, karena energi kita sendiri.

Kepercayaan bahwa setiap perbuatan baik menghasilkan pahala + keinginan untuk menikmatinya = Svarga.

Rasa bersalah atas tindakan kurang baik + kepercayaan bahwa anda harus dihukum untuk itu = Narka.

Svarga dan Narka muncul dari kepercayaan manusia pada sistem Reward and Punishment— Ganjaran dan Hukuman.

Selama anda “tidak sadar” dan masih membutuhkan motivasi untuk bertindak tepat, sistem ini memang diperlukan. Bila anda “sudah sadar”, dewasa dan bertanggung jawab, tidak lagi membutuhkan motivasi untuk bertindak tepat. Anda akan selalu bertindak tepat walau tidak diancam hukuman atau diberi iming-iming ganjaran.

Ketidaksadaran adalah energi yang anda butuhkan untuk menciptakan Svarga dan Narka sesuai selera anda. Kesadaran adalah energi yang akan mengantar anda pada Dia, Yang Berada Di Atas Segalanya. Svarga dan Narka sangat kecil dibanding dengan Kebesaran-Nya. Sebesar apa pun, Svarga tak akan mampu menampung-Nya.

Janganlah anda memaksa orang yang belum sadar untuk cepat-cepat menolak Svarga dan Narka. Dengan cara itu anda akan merusak tatanan dunia dan kemasyarakatan. Mereka akan semakin liar dan membabi-buta. Dengan adanya kepercayaan pada Svarga dan Narka saja, para pejabat kita bisa menyeleweng, menerima suap dan bersikap begitu tenang seakan tidak bersalah sama sekali. Mereka pikir dengan berderma dan beramal saleh dapat mencuci  dosa. Mereka tidak menyadari adanya Hukum Aksi Reaksi, Hukum Sebab Akibat.

Bila ingin membantu, tularkan kesadaran anda. Tanpa banyak bicara, datangi mereka, dekati mereka, say hello and leave them. Anda sudah akan berbuat apa yang dapat anda buat. Selanjutnya biarlah virus kesadaran bekerja sendiri. Prosesnya memang pelan, tidak cepat. Apalagi bila anda berhadapan dengan orang yang memiliki kekebalan syaitan. Ya, mind itulah syaitan. Makin kuatnya mind, makin kuat pula Raksasa bin Gendrowo yang bersarang di dalam dirinya.

Walau sudah cukup meditatif dan pernah mencicipi manisnya pengalaman senggama-spiritual bersama Kesadaran Murni, Shukra masih harus lahir, mati, dan lahir, dan mati lagi….

Makin sadar seorang, pengulangan semacam itu terasa makin menjenuhkan. Shukra pun mulai merasa jenuh. Kali terakhir ia lahir, ia masih ingat betul proses kematian dan kelahiran sebelumnya….

Saat kematian fisik, mind yang masih utuh karena banyak keinginan, memori dan sebagainya akan tetap berada dalam lingkup gravitasi bumi. Kemudian lahir kembali tanpa kesadaran. Bila keinginan dan memori mulai berkurang, mind yang telah musnah fisiknya itu “dapat” meninggalkan gravitasi bumi. Biasanya beristirahat sejenak di planet bulan, bulan kita, bulan yang anda lihat setiap malam. Kadang bisa juga di salah satu planet lain, tapi masih dalam galaksi kita. Mind penuh obsesi dan memori terbebani oleh obsesi dan memori itu sendiri dan tidak bisa bepcrgian jauh. Ia tidak cukup ringan untuk menembus galaksi Bima Sakti, apalagi menggapai Yang Tertinggi “Itu”.

Untuk bereinkarnasi di dunia ini, mind “turun” bersama air hujan, petir atau rembulan. Mereka yang mati secara alami dan harus mengalami jatuh-bangun berulang kali, biasanya jatuh bersarna air hujan. Inilah kelahiran yang paling sering, paling umum.

Mereka yang mati karena kecelakaan, dan perang, terbunuh, atau karena dihukum mati, turun bersama petir. Mereka tidak rela mati, karena itu ingin cepat-cepat turun. Dalam kehidupan berikutnya, mereka mcenjadi sangat restless. Ingin cepat-cepat jadi kaya, terkenal, memiliki kedudukan, dan dapat menghalalkan segala cara untuk itu. Ada rasa takut dalam diri yang tidak mereka sadari: “Jangan-jangan tali hidupku terputus di tengah jalan lagi.” Mereka pun dibutuhkan dunia. Perkembangan teknologi dan kemajuan yang terjadi dalam lima puluh tahun terakhir disebabkan oleh sekian banyak manusia yang mati semasa Perang Dunia Pertama dan Kedua. Makin banyak orang terbunuh dalam perang, semakin berkembang teknologi kita, termasuk teknologi destruktif yang dapat menghancurkan dunia ini.

Perkembangan dan kemajuan di segala bidang biasanya disebabkan oleh mereka yang mati tak ikhlas, kemudian lahir kembali. Mereka memiliki sense of urgency yang luar biasa, seolah sedang berpacu dengan waktu. Oleh karena itu, menolak perang juga berarti menolak kemajuan teknologi liar seperti yang terjadi saat ini.

Tanpa dua kali perang dunia, hari ini kita sudah pasti belum memiliki peralatan perang yang super canggih. Pada saat yang sama, teknologi seluler untuk telepon genggam pun pasti belum ada. Kita baru akan mengenal teknologi secanggih itu sekitar akhir abad ini. Perkembangan di bidang sains, kemajuan teknologi dan sebagainya akan berjalan pelan, tapi dunia kita jauh lebih tenteram.

Kembali pada proses kelahiran dan kematian…..

Terakhir: Jiwa-jiwa yang turun bersama rembulan. Mereka datang untuk berbagi pengalaman, berbagi ketenteraman. Mereka sadar akan peran mereka. Itulah terakhir kalinya mereka turun untuk rnemberkati dunia kita. Setelah itu mereka tidak perlu turun lagi, kecuali atas kehendak mereka sendiri… lagi-lagi untuk tugas-tugas tertentu. Tugas yang sebenarnya bukan tugas. Mereka datang karena kasih mereka terhadap kita. Mereka datang untuk menyadarkan kita.

Lewat air hujan, petir, maupun rembulan —Jiwa-jiwa yang turun kemudian berinteraksi dengan elemen-elemen alami dan berevolusi cepat dari satu wujud ke wujud yang lain. Dari tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah dan buah-buahan hingga sperma dan ovum. Penemuan antara dua terakhir itu akhirnya menciptakan kehidupan baru.

Kehidupan ada di mana-mana, semua ini hidup. Bila anda kaitkan Kehidupan dengan Tuhan, Ia pun berada di mana-mana. Namun manusia selalu mengaitkan Tuhan dengan “atas” —“Yang Di Atas”, “Father in Heaven”…. Kenapa? Karena jiwa manusia memang “turun dari atas”. Turun dari atas untuk kembali naik ke atas… “Atas” itulah yang dianggap sebagai “asalnya”. Kemudian, asal-usul itu dikaitkannya dengan Tuhan.

Manusia naik-turun, lahir-mati sekian kali hingga pada suatu ketika tidak perlu naik-turun lagi, tidak perlu lahir dan mati lagi. Pada saat itu ia menyatu dengan semesta…. Atas-bawah, kanan-kiri, utara-selatan memiliki makna karena kaitannya dengan ruang dan waktu. Bila ruang dan waktu terlampaui sudah, arah dan jarak pun akan kehilangan makna.

Anda dan saya sudah pernah lahir dan mati ratusan, ribuan, atau barangkali ratusan ribu kali. Kita tidak ingat, tetapi scorang Shukra ingat.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2003). Rahasia Alam Alam Rahasia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Semoga semua makhluk dalam keadaan sejahtera dan bahagia, bebas dari penyakit, mengalami peningkatan kesadaran, serta bebas dari penderitaan. Damai, damai, damai.

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Tiada Hubungan Abadi dengan Siapapun? Dengan Badan Sendiri pun Tidak Abadi?

buku Dvipantara Dharma Sastra cover_ED

Cover Buku Dvipantara Dharma Sastra

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

Dikutip hanya terjemahan bahasa Indonesia, dari buku (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Dharma Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies), Bab Sara Samuccaya. Terjemahan dalam bahasa Sunda dan Inggris tidak dikutip.

 

Sara Samuccaya ayat 492

Matapitrsahasrani putradarasatani ca

yuge yuge vyatitani kasya te kasya vi vayam

 

Thousands of mothers and fathers, hundreds of children and wives

have passed away in the ages gone by.

Who do they belong to now, and who do we belong to?

 

Dari satu masa kehidupan sampai masa kehidupan berikutnya,

berapa banyak ibu dan ayah yang telah meninggalkan kita;

demikian pula dengan anak dan pendamping yang ditinggal dalam setiap masa kehidupan.

Sungguh tak terhitung jumlah mereka. Sekarang mereka milik siapa — menjadi keluarga siapa?

Dan, di manakah kita, menjadi keluarga siapa, milik siapa?

Untuk direnungkan: kita menangisi duka perpisahan yang terjadi dalam satu masa kehidupan,

Masa kini saja. Padahal, entah berapa banyak kelahiran dan kematian yang telah kita lalui.

 

Sara Samuccaya ayat 493

Tiada hubungan abadi dengan siapapun juga.

Hubungan dengan badan sendiri pun tidak abadi, suatu ketika Jiwa mesti meninggalkannya

Apalagi dengan orang ataupun sesuatu yang lain!

 

Sara Samuccaya ayat 494

Segala sesuatu yang kau peroleh adalah bersumber dari yang tak terlihat

Dan akan kembali ke sumber yang sama, tak terlihat.

Tiada sesuatu atau seorang pun yang menjadi milikmu.

Demikian pula engkau bukanlah milik mereka.

Lalu untuk apa rnerintih, untuk siapa menangis?

 

Sara Samuccaya ayat 495

 

Dengan menyadari bahwa “harta benda, pendamping, anak, orangtua –

semuanya adalah untuk sesaat saja. Tiada hubungan maupun kepemilikan yang langgeng” –

engkau dapat mengatasi, atau setidaknya secara bertahap, mengurangi duka-deritamu

 

Sara Samuccaya ayat 496

(Kehilangan seseorang atau sesuatu yang kita senangi atau sukai — sudah menimbulkan duka.

Apalagi,) mengenang mereka yang sudah meninggal, sesuatu yang sudah hilang, atau

mengingat pengalaman-pengalaman masa Ialu — hanyalah menambah duka-derita kita.

Sebab itu, sadarilah ketidaklanggengan segala sesuatu di alam benda ini.

 

Sara Samuccaya ayat 497

Dengan tidak mengenang masa lalu, mereka yang telah meninggal, dan

atu yang telah hilang — seseorang dapat mengurangi duka-deritanya, bahkan rnelampauinya

Dengan selalu mengenang, duka yang dirasakan malah makin dalam.

 

Sara Samuccaya ayat 498

Ada kalanya harta benda meninggalkan manusia;

ada kalanya manusia meninggalkan segala harta di alam benda ini.

Tiada seorang pun yang dapat mengubah atau memperbaiki keadaan ini.

Dengan menyadari kebenaran ini, hendaknya seseorang tidak memuja materi.

 

Sara Samuccaya ayat 499

Sejak awal, hendaknya setiap orang membiasakan diri untuk berpikir demikian –

aku dan segala sesuatu yang “disebut” milikku, semuanya tidak kekal,tidak abadi

Pengertiannya, hanyalah kesadaran seperti ini yang dapat mengakhiri duka-derita manusia.

 

Sara Samuccaya ayat 500

Kesadaran akan ketidakkekalan dunia benda rnembuat seseorang

tidak beraduh-aduh ketika kalung bunga yang mengalunginya menjadi layu.

Sebaliknya, berkesadaran keliru bila alam benda ini langgeng,

pecahnya wadah yang terbuat dari tanah liat pun mernbuatnya menderita.

Peribahasa dalam sloka ini: Kalung bunga adalah ketenaran, kedudukan, kekuasaan

Dan, wadah dari tanah liat adalah badan manusia.

Dengan menganggap semua itu tidak kekal, kita terbebaskan dari segala duka-derita.

 

Sara Samuccaya ayat 501

Jika seseorang menyebabkan terjadinya kebakaran, kemudian dirinya sendiri terlilit oleh api –

maka sungguh tidak bijak bila ia mengeluh kepanasan atau terbakar.

Api yang dimaksud ialah, api keterikatan, keserakahan, amarah, rasa dengki, iri, dan sebagainya.

Selama masih melayani “sumber-surnber” api tersebut, seseorang tidak bisa tidak terbakar.

Keluh-kesahnya tidak berguna. Sebab itu, para bijak senantiasa berupaya memadamkan api nafsu.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Dharma Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Kelahiran dan Kematian telah Terjadi Ribuan Kali tetapi Kesadaran Murni Tak Terpengaruh

buku tantra yoga

Cover Buku Tantra Yoga

Let us Learn Together, Study Together, Nurture Eachother, Fill Eachother, and Work Together with Great Enthusiasm, Great Spirit.

The darkness of a thousand aeons is powerless to dim the crystal clarity of the sun’s heart; and likewise, aeom of samsara have no power to veil the clear light of the mind’s essence. Mahamudra 6 dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2001). Tantra Yoga. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama).

 

“The darkness of a thousand aeons is powerless to dim the crystal clarity of the sun’s heart;”

Kegelapan ribuan abad pun tidak mampu mengurangi cahaya rnurni matahari.

 

Matahari tidak terpengaruh oleh kegelapan. Kegelapan seperti apa pun tidak mempengaruhinya. Kegelapan selama berabad-abad, selama berjaman-jaman, selama sekian banyak masa kehidupan, tidak mampu mengurangi cahayanya. Matahari tidak mengenal kegelapan.

 

“And likewise, aeom of samsara have no power to veil the clear light of the mind’s essence.”

Samsara berarti pengulangan. Pengulangan kelahiran dan kematian. Seperti anak yang tidak naik kelas. Kita pun sedang berjalan di tempat. Mengulangi pelajaran yang sama.

Walau demikian, samsara ini, pengulangan yang tak berkesudahan ini pun tidak mampu menutupi cahaya jernih yang berasal dari kesadaran murni — dari inti mind.

Kesadaran murni tidak terpengaruh oleh kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan. Kelahiran dan kematian bagaikan awan berlalu. Sekarang ada, sebentar lagi tak ada.

Awan muncul dan lenyap pada permukaan. Kelahiran dan kematian sungguh dangkal, superficial. Di balik itu, ada yang tak terpengaruh. Ada yang tak pernah lahir dan tak ikut mati. Ruang kosong di mana kejadian-kejadian itu terjadi, tak terpengaruh sama sekali.

Untuk gampangnya, saya memisahkan “yang lahir dan yang mati” dari ”yang tak lahir dan tak pernah mati”. Yang pertama saya sebut ego, mind, kesadaran rendah. Yang kedua saya sebut Kesadaran murni. Yang satu “aku” dengan “a” kecil. Yang lain “Aku” dengan “A” besar.

Walau, perpisahan itu pun dangkal. Karena, bila tidak ada langit, awan pun tak akan ada.

Adanya awan hanya menjadi saksi bagi keberadaan langit. Terjadinya kelahiran dan kematian hanya menjadi saksi bagi Ada-Nya Yang Tak Pernah Lahir dan Tak Pernah Mati. Kelahiran clan kematian itu sendiri terjadi di mana?

Kadang saya berpikir, bila “langit kesadaran murni” tak pernah lahir dan tak pernah mati, lalu bila yang lahir dan rnati hanyalah “awan kesadaran rendah”, apakah kelahiran dan kematian seperti itu “sungguh” terjadi? Apakah muncul dan lenyapnya awan bisa disebut kelahiran dan kematian?

Apakah kelahiran dan kematian itu ada? Makin dipikir, makin bingung. Seorang novelis Sindhi, Ram Punjwani memilih judul aneh untuk salah satu novelnya. “Aahe Na Aahe” — Ada Tak Ada. Novel itu bagus — spiritualitas dibingkis dan disajikan dalam kemasan novel. Saya kira belum ada yang menerjemahkannya ke dalam bahasa asing. Dan sampai akhir cerita pun, Sang Novelis tidak bisa menyimpulkan: ”Apakah ADA atau TAK ADA — Aahe atau Na Aahe?”

Seorang theis mengatakan ”Ada”. Agama, kepercayaan dan keyakinan anda mengatakan “Ada”. Seorang atheis mengatakan “Tak Ada”. Dua kubu ini tidak pernah bertemu. Hanya seorang sufi seperti Ram Punjwani yang bisa mempertemukan kedua kubu tersebut. “Aahe Na Aahe — Dia Ada dan Tak Ada. Pada saat yang sama, bersamaan — Ada dan Tak Ada.

Sekarang tergantung anda, tergantung saya, tergantung kita — mau melihat apa? Melihat awan yang tampak ada, padahal tidak ada. Atau mau melihat langit yang tertutup oleh awan dan tampak tak ada — padahal ada.

Ada yang mengatakan, “Ada”.

Ada yang mengatakan, “Tak Ada”.

Ada lagi yang mengatakan, “Ada Tak Ada”.

Mungkin pernyataan ketiga lebih tepat: Ada Tak Ada. Pilihan ada di tangan anda, mau melihat apa, sisi mana. Sisi “Ada” atau sisi “Tak Ada”. Atau melihat seutuhnya, bahwa “Yang Ada sesungguhnya Tak Ada. Dan Yang Tak Ada sesungguhnya Ada.” Aahe Na Aahe…….

Kembali pada Tilopa:

Dia rnengatakan, pengulangan yang tak berkesudahan ini, samsara ini pun tidak mampu menutupi cahaya jernih yang berasal dari kesadaran murni — dari inti mind.

Bukan dari mind, tetapi dari inti mind— Mind’s pure essence. Bisakah anda memisahkan mind dari intinya? Bisakah ada memisahkan bunga mawar dari keharumannya? Di atas kertas ya, kita bisa memisahkan kesadaran rendah dari kesadaran tinggi. Kesadaran hewani dari kesadaran Ilahi. Hanya di atas kertas. Pada hakikatnya tidak bisa.

Tuhan meliputi segala sesuatu. Bukan saja makhluk hidup, tetapi juga bebatuan, pepohonan, lautan dan pegunungan. Segala sesuatu diliputi Dia. Kita semua berada di dalam-Nya. Bila seekor semut pun bisa berada di luar Tuhan, dia akan menjadi tandingan bagi Tuhan. Dia akan berdiri bersama Tuhan. Walau dia kerdil dan Tuhan tampak jangkung, tetapi perbedaannya ya itu saja.

Tilopa mengatakan:

Tinggi-Pendek, Lahir-Mati — tak satu pun mempengaruhi Inti Kesadaran, Inti Mind, Kesadaran Murni.

Kesadaran Murni melampaui segala dualitas. Disebut Tuhan pun tidak tepat, karena bersama Tuhan, akan muncul pula sosok Hantu. Kesadaran Murni juga tidak bisa disebut milik anda atau milik saya, karena itu pun menciptakan dualitas. Saya dan anda ibarat awan. Saat ini ada, sesaat lagi tak ada. Langit Kesadaran Murni selalu ada.

Tilopa sedang menyanyi. Dia sedang menari. Dan lewat nyanyiannya, lewat tariannya, dia ingin menyampaikan kepada Naropa: “Ketahuilah bahwa awan kelahiran dan kematian berlalu sudah. Lihat, Naropa, lihatlah ‘langit batin’ di dalam diri. Bersih, jernih, tak tercemari oleh pengalaman-pengalamanmu selama ini. Memang terjadi kelahiran dan kematian. Dan bukan sekali dua kali, tetapi ribuan kali. And yet, yang bersih tetap bersih. Lihat, Naropa – lihatlah ……..”

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2001). Tantra Yoga. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama)

May all be prosperous and happy. May all be free from illness. May all see what is spiritually uplifting. May no one suffer. Om peace, peace, peace

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan #Gita: Kita Masih Terjebak di Tengah Benda-Benda Duniawi yang Menyamankan Indra dan Nikmat Badan?

buku bhagavad gita

Cover Buku Bhagavad Gita

“Malam bagi makhluk-makhluk yang belum menyadari jati-dirinya, adalah saat di mana para bijak yang sadar akan jati-dirinya berada dalam keadaan jaga. Dan, siang bagi makhluk-makhluk yang menyadari diri, adalah malam bagi para bijak.” Bhagavad Gita 2:69

 

Di sini ada yang tersurat, ada juga yang tersirat. Memang, mereka yang sedang menempuh perjalanan menuju pencerahan, kesadaran, dan pengendalian diri akan lebih senang berada dalam keadaan jaga pada malam hari, sewaktu dunia luar sedang dalam keadaan tidur. Ia dapat mempraktekkan latihan-latihan meditasi dan laku spiritual tanpa diganggu.

TETAPI, SEBENARNYA ADA ARTI LAIN… Hal-hal yang bersifatkan duniawi dan sementara, yang membuat mata mereka yang belum sadar menjadi silau, tidak dapat mengganggu seseorang yang telah mencapai kesadaran. Ia menikmati semuanya, namun tidak terikat pada sesuatu apa pun. Tidak ada lagi yang dapat menggodanya. Ia bebas dari segala-galanya.

 

Seorang bijak terjaga terhadap segala sesuatu yang menunjang evolusi-diri. Sebaliknya, mereka yang tidak bijak tertidur lelap terhadapnya.

Bayangkan, di antara 200-an juta penduduk Indonesia, atau di antara 6 milyar lebih penduduk dunia, adakah 1 persen saja yang betul-betul menempuh perjalanan spiritual? Jangan menghitung jumlah “praktisi yoga” yang berlatih untuk kesehatan badan, kecantikan atau ketenangan semu yang bersifat sesaat saja.

 

PERHATIKAN JUML AH FOOD COURTS, Mall, dan tempat-tempat hiburan lainnya, yang kian bertambah, jauh melebihi proporsi pertumbuhan penduduk.

Kesadaran umum memang masih terjebak dan terperangkap di tengah benda-benda duniawi yang menyamankan bagi indra. Nikmat bagi badan.

Bicaralah tentang kesadaran diri dengan mereka. Dan, mereka akan menertawakan Anda. Bicaralah tentang restoran terbaru di ujung langit, dan mereka langsung memasang kuping – all ears – menjadi tertarik!

Inilah makna tersirat di balik malam bagi mereka yang tidak sadar, adalah siang bagi mereka yang sadar; dan siang bagi mereka yang tidak sadar, adalah malam bagi mereka yang sadar.

 

TAPI, BERHATI-HATILAH! JANGAN MENGIBULI DIRI….. seorang meditator yang sudah terbiasa bergadang sepanjang malam melakukan pekerjaan kantornya – merasa dirinya sudah menjadi Yogi?

Jangan membohongi diri! Meditasi mengantar kita pada kesadaran diri. keadaan meditatif 24/7 adalah kesadaran. Sebagai meditator dalam pengertian praktisi, pelaku latihan  meditasi, kita tidak serta-merta menjadi meditatif.

Untuk menjadi meditatif, untuk hidup berkesadaran, mesti mengendalikan indra, mawas diri, dan sebagainya. Itu pertama.

Kedua, bergadang sepanjang malam untuk menyelesaikan pekerjaan kantor, yang semestinya dikerjakan di siang hari – bukanlah yang dimaksud oleh Krsna.

Sepanjang malam bekerja, kemudian selalu telat bangun pagi – jangankan untuk hidup meditatif berkesadaraan, kebiasaan itu tidaklah baik untuk kesehatan fisik kita sendiri.

Janganlah meyalahpahami, menyalahartikan nasihat Krsna. Jangan pula mencari pembenaran atas kebiasaan-kebiasaan yang tidak menunjang spiritualitas.

BANGUN PAGI SEBELUM TERBITNYA MATAHARI adalah mutlak bagi seorang meditator, praktisi meditasi. Pun, bagi setiap orang yang sedang melakukan Yoga atau latihan spiritual lainnya.

Itulah sebab setiap kepercayaan menganjurkan doa-subuh, pagi. Prātahkāla, Prabhāt – waktu subuh adalah waktu yang mencerahkan.

Sinar matahari pagi menyehatkan tubuh, sangat penting bagi otak. Jika malam sebelumnya Anda terganggu oleh mimpi-mimpi buruk, serangkaian mimpi buruk – nah, cobalah bangun sebelum jam 6 pagi. Kalau bisa antara jam 5 dan 5.30 pagi, keluarlah dari rumah untuk jalan pagi. Dalam 10 menit pertama, seluruh pikiran, pengaruh negatif dari mimpi buruk akan sirna. Lenyap, tanpa bekas. Cobalah!

Dikutip dari buku: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Semoga semua makhluk dalam keadaan sejahtera dan bahagia, bebas dari penyakit, mengalami peningkatan kesadaran, serta tidak ada penderitaan. Damai, damai, damai.

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Renungan Diri: Berpegang pada Yama, Disiplin Pengendalian Diri dan Niyama, Pedoman Hidup Berkesadaran

buku dvipantara yoga sastra

Cover Buku Dvipantara Yoga Sastra

 

|| 2 ||

yamāṁśca niyamāṁścaiva yadā rakṣennu paṇditaḥ

teṣāṁ saṁrakṣitenaiva buddhirasya na cālyate

 

One must always adhere to Yama or the Disciplinary Codes,

and Niyama, the Rightful Course of Actions in order to check one’s buddhi or purified mind

(the Intelligent Body or Domain of our being).

Following are the Yama, the Disciplinary Codes.

By doing so, the Paṇḍit, the Wise, the Truly Learned Knowledgable

keep it – keep his buddhi – ever unwavered.

 

Seseorang harus senantiasa berpegang pada Yama, Disiplin atau Pengendalian Diri.

dan Niyama, Pedoman Perilaku untuk Hidup Berkesadaran

untuk senantiasa menjaga buddhi atau mind yang telah dimurnikan

(Badan, Wujud, atau Fakultas Inteligensia dalam diri kita).

Berikut adalah Yama, Pedoman Disiplin atau Pengendalian Diri.

 

Dengan demikian, seorang Pandit, seorang Bijak, Ia yang Berpengetahuan Sejati

senantiasa menjaga buddhi-nya, supaya tak tergoyahkan.

Vrati Sasana ayat 2 dikutip dari (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Yoga Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies)

 

AYAT INI JELAS BERBICARA, tentang siapa yang dapat mernperoleh manfaat paling besar dari karya ini – yaitu para bijak, mereka yang berpengetahuan sejati, para Pandit. Inilah orang-orang yang telah melewati tahapan pemurnian mind lewat berbagai cara.

Mereka adalah para meditator.

Mereka adalah orang-orang yang telah mengintip kesejatian di balik kebendaan. Mereka tahu  apa yang langgeng dan apa yang tidak langgeng; apa yang sejati, dan apa yang merupakan bayangan.

 

MEREKA TIDAK HARUS BERADA DALAM HUTAN, berrneditasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Tidak. Mereka bukanlah para pengecut yang melarikan diri dari kehidupan. Mereka bisa saja berada dalam hutan, dan juga berada di tengah keramaian Manhattan, Moscow, atau Mumbai. Mereka bisa berprofesi apa saja. Mereka tidak perlu menjadi petapa berjubah dari tradisi atau kepercayaan tertentu. Mereka bisa siapa saja, termasuk Anda dan saya……

 

JADI, JIKA KITA – ANDA DAN SAYA — TELAH MENGEMBANGKAN BUDDHI — dalam kata lain, kita telah memurnikan mind dan mengembangkan fakultas untuk memilah, dan secara arif menentukan tindakan mana yang tepat dan mana yang tidak tepat — maka rangkuman ini bisa sangat bermanfaat.

Jika kita belum mencapai keadaan tersebut; jika kita belum cukup mengembangkan buddhi kita, kemampuan memilah, kemampuan untuk membedakan antara sreya dan preya – antara kemuliaan yang membebaskan, dan indrawi yang mengikat — maka, mungkin kita harus mengulang kembali pelajaran kita sebelumnya.

 

KEMBALILAH PADA MEDITASI, meditasi sebagai sebuah teknik. Marilah kita tidak berbicara dulu tentang meditasi sebagai gaya hidup meditatif 24 jam sehari dan 7 hari seminggu Jangan dulu. Meditasi harus dianggap sebagai sebuah teknik — dan, untuk tujuan tersebut kita dapat memilih teknik manapun, selama teknik tersebut terkait dengan Meditasi-Sejati dan bukan sekadar teknik yang banyak ditawarkan, dijual di pasar bebas yang hanya menggunakan label meditasi semata.

Teknik-teknik meditasi tidak terbatas pada yang terkait dengan memperhatikan atau mengatur napas. Teknik-teknik tersebut memang sangat dianjurkan, dan menurut saya adalah teknik tertinggi. Namun, jika seseorang tidak bisa langsung mempraktekkan teknik-teknik tersebut, mungkin dlbutuhkan beberapa teknik pendahuluan sebagai sarana pembersihan untuk membebaskan diri dari beban mental emosional berlebih, sebelum kita melanjutkan Perjalanan ke Dalam Diri dengan lebih rileks dan ringan.

 

KARENA ALASAN INILAH, di bagian akhir dari buku ini, kami menyarankan satu paket meditasi yang terdiri dari 4 teknik, yang telah membantu banyak orang dalam sadhana — laku spiritual mereka. Sesungguhnya, semua teknik tersebut, setiap teknik pembersihan tersebut akhirnya akan menuntun kita mengalami meditasi.

Kembali pada ayat…..

YAMA DAN NIYAMA sering disalahtafsirkan sebagai “Larangan dan Anjuran”. Bukan, bukan itu artinya. Yama dan Niyama bukanlah peraturan legal atau peraturan berdasarkan kepercayaan tertentu yang bersifat mengikat. Seluruh poin, seluruh anjuran yang diberikan dalam semua model Yama dan Niyama yang dikenal, didasarkan pada pilihan pribadi seseorang, seseorang secara sukarela menaatinya. Ini adalah urusan pilihan pribadi. Tidak ada imbalan surga atau hukuman neraka.

Satu hal lagi yang perlu dikatakan terkait dengan model Yama dan Niyama. Ya Yama dan Niyama adalah model. Jadi, kita bisa saja menemukan perbedaan disiplin dalam model yang diberikan di sini dengan, misalnya, model yang dlberikan oleh Resi, Bhagavan Patanjali dalam magnum opus-nya, Yoga Sutra.

PERBEDAAN-PERBEDAAN TERSEBUT ADALAH UNTUK DIAPRESIASI sebagaimana adanya berbagai model ilmiah yang menjelaskan asal-usul semesta yang diciptakan oleh para ilmuwan modern. Model-model ini diperlukan untuk menuntun kita pada Kebenaran. Dengan mengikuti salah satu model, sesungguhnya kita mempersiapkan lahan, sebelum membangun bangunan kesadaran di atasnya.

 

Model yang diberikan di sini, harus saya katakan, adalah sama relevannya dengan yang diciptakan oleh Patanjali, atau model manapun yang diciptakan oleh para resi dan bijak dari semua tradisi. Kita harus memilih model yang paling cocok, tidak hanya sesuai dengan kebutuhan kita, yang awalnya mungkin tidak kita sadari, tetapi juga dengan kemampuan kita untuk mengikutinya, untuk menaatinya. Karena, kita harus selalu ingat bahwa, model-model tersebut adalah untuk diikuti secara sukarela. Sehingga, kesiapan kita, komitmen-diri kita, sumpah pribadi kita dengan penuh kesadaran — adalah hal yang sangat penting dan kritis dalam hal ini.

Dalam kata lain, ikutilah Model Pilihanmu sendiri. Dan berikut adalah salah satu pilihan yang dapat kita, Anda dan saya, pertimbangkan.

Dikutip dari (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Yoga Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies)

Semoga semua makhluk dalam keadaan sejahtera dan bahagia, bebas dari penyakit, mengalami peningkatan kesadaran, serta tidak ada penderitaan. Damai, damai, damai.

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)