Renungan Diri: Antara Karma Biasa dan Karma Yoga

buku karma yoga 438x720

Cover Buku Karma Yoga

Apapun yang kita lakukan, setiap tindakan, setiap perbuatan, baik maupun tidak atau kurang baik – semuanya disebut karma. Namun, tidak setiap karma bersifat nishkaama, atau transpersonal. Sebab itu tidak setiap karma bisa disebut Karma-Yoga.

Karma-Yoga adalah tindakan-tindakan yang mengantar kita ke tingkat kesadaran tinggi – dimana setiap perbuatan menjadi persembahan sebagaimana dikatakan Dr. Masters diatas.

Karma biasa sepenuhnya bergantung pada hukum aksi-reaksi. Karma macam itu bersifat mekanis, dan dapat diprediksi, diramalkan. Kau berbuat baik padaku, maka aku pun berbuat baik padamu. Kau berbuat jahat, maka janganlah mengharapkan kebaikan dariku. Lingkaran tindakan semacam ini menjerat kita dalam hukum karma. Kita seolah berjalan di tempat, tidak ada kemajuan sama sekali.

Sementara itu, Karma-Yoga tidak bersifat reaktif.

Ada yang berbuat jahat terhadap Anda, dan Anda tidak membalasnya dengan kejahatan. Anda berhenti sejenak dan merenungkan, “Apakah perbuatanku akan menyelesaikan perkara?” Kemudian, Anda memutuskan untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Maka dengan sendirinya Anda terbebaskan dari lingkaran aksi-reaksi. Anda memutuskan mata rantai yang dapat menjerat dan membelenggu Anda.

Seorang Karma-Yogi, atau praktisi Karma-Yoga dapat membalas kekerasan dengan tindakan tanpa kekerasan, malah penuh welas-kasih. Tidakan seorang Karma-Yogi tidak bisa diprediksi, tidak bisa diramalkan.

Sebab itu, seringkali…

Seorang Karma Yogi Membingungkan

Ia tidak selalu memenuhi harapan kita. Tempo doeloe, seorang Socrates ditahan dan kemudian diracuni – ia menerima saja. Belum tentu Socrates masa kini mengulangi hal yang sama. Keadaan 500 tahun sebelum Masehi lain, keadaan kita 2500 tahun kemudian beda.

Janganlah mengharapkan seorang Yesus bisa disalibkan lagi, atau seorang Muhammad bisa dipaksa berhijrah lagi.

Pun dulu sejahat-jahatnya orang masih tetap jujur… Socrates dan Yesus, dua-duanya diadili karena pemikiran mereka. Demikian pula dengan Mansur yang dicincang karena pemikirannya.

Lagi-lagi, lain dulu lain sekarang…

Sekarang dakwaan bisa beda dari fakta dalam persidangan. Didakwa atas tuduhan lain, dan diadili karena pemikirannya. Kenapa? Karena sekarang hampir tidak mungkin mengadili seorang karena pemikirannya, kecuali ia merencanakan aksi teror atau aksi lain sejenis untul tujuan jelas mencelakakan orang lain.

Maka, seorang Karma-Yogi masa kini tidak pula mengikuti jejak Socrates, Yesus, atau Mansur. Ia menghadapi ketidakadilan dengan cara lain, dengan caranya sendiri. Sebab itu, para hakim pun menjadi bingung, “Pengagum Socrates, dan kau tidak mengikuti jejaknya?”

Adalah keberanian Socrates untuk mengungkapkan kebenaran – itulah yang dikagumi seorang Karma-Yogi. Bukan sikap dia menerima ketidakadilan – itu urusan teknis. Dan, urusan teknis mesti dihadapi secara teknis pula.

 

Seorang Karma-Yogi Tidak Menyontek

Ia menimbang setiap situasi, setiap keadaan, dan setiap serangan terhadap dirinya secara intelijen. Ia tidak perlu menyontek siapa-siapa. Keputusan dia sepenuhnya berdasarkan kesadarannya.

Ada kalanya tindakan dia menyerupai Gandhi atau Martin Luter King, Jr. – bukan karena ia menyontek, tetapi karena tuntutan waktu. Ia tahu bila tindakan seperti itulah yang tepat.

Diatas segalanya, dan ini yang terpenting, setiap tindakanya, setiap perbuatannya, bahkan ucapan serta pemikirannya merupakan….

Persembahan kepada Hyang Maha Kuasa

Dan, seperti yang dikatakan Dr. Masters – persembahan yang dimaksud tidaklah ditujukan kepada Tuhan yang berada di atas entah mana… tetapi kepada Ia Hyang Bersemayam di dalam diri manusia.

Berarti apa?

Berarti, ia bertanggung jawab penuh atas setiap perbuatannya. Bukan pada Tuhan yang berada jauh, bukan pula pada lembaga-lembaga yang mengaku sebagai perwakilan Tuan, dan bukan pada oknum-oknum yang bertindak sebagai calo atau makelar Tuhan.

Ia bertanggungjawab terhadap Tuhan yang berada di dalam dirinya. Ia bertanggungjawab terhadap diri sendiri.

Dengan sendirinya, ia tidak bisa lagi menjahati, menipu, atau mengibuli orang lain. Karena, ia sadar sesadar-sadarnya bila setiap tindakan mengandung konsekuensi. Ia tidak serta-merta membalas kejahatan dengan kejahatan.

Ia juga tahu bila membalas kejahatan dengan kejahatan adalah tindakan bodoh dan ceroboh. Dengan bertindak jahat, kita ikut menjadi jahat. Untuk apa? Apakah kita mesti menggonggongi balik anjing yang menggonggongi kita? Untuk apa ikut menjadi anjing?

 

Di saat yang sama ia pun menyadari kehadiran aliran hidup yang sama di dalam anjing itu… Aliran yang satu itu menghidupi semua. Namun, kesadaran itu pun tidak mencegahnya untuk membela diri jika anjing yang menggonggonginya itu hendak menyerang dan menggigitnya.

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2011). Karma Yoga bagi Orang Moderen, Etos Kerja Transpersonal untuk Zaman Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec2Elearning-Banner-2

Leave a comment