Renungan Diri: Sevaka Dharma Pedoman untuk Hidup Luhur dengan Membangkitkan Pusat Rasa

buku Dvipantara Dharma Sastra cover_ED

Cover Buku Dvipantara Dharma Sastra

Dikutip hanya terjemahan bahasa Indonesia, dari buku (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Dharma Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies), Bab Sevaka Dharma. Terjemahan dalam bahasa Inggris tidak dikutip.

1

(Baris 1-4)

Ini Kawih Panyaraman /pikawiheun ubar keueung /

ngaran(n)a pangwereg darma / ngawangun rasa sarangan /

Kawih Panyaraman atau Pedoman untuk Hidup Luhur ini adalah dimaksudkan untuk

menghilangkan rasa takut; membuat seseorang berani melakoni Dharma atau Kebajikan; serta

memberdayakan dirinya yang terdalam (dengan membangkitkan pusat rasa).

 

2

(Baris 5-9)

Nihan pitutur rahayu / awakaneun sang sisyia / nu huning Sewaka Darma /

Utun naking sumanger /Kita Sang Sewaka Darma /

Pedoman-pedoman ini adalah untuk kebaikan diri sendiri, yang harus ditaati oleh seorang

murid, sisyia atau sisya, yang bersemangat dan ingin memahami Sevaka Dharma, keluhuran

berkarya tanpa pamrih. Jagalah selalu keyakinan dan kesetiaanmu, Nak!

Senantiasa selaras dengan Sevaka Dharma, Etos Hidup dan Kerja Luhur.

 

3

(Baris 10-14)

mulah mo iyatna-yatna / reungeu sabda sangpandita / engetkeun hayua lali/

teher ngeunah-ngeunah rasa / Utang nadahkeun talinga /

Jangan pernah lengah; berupayalah sekuat tenaga, dan perhatikan kata-kata para Pandita

Pandit – mereka yang bijak. Ingat selalu nasihat mereka, jangan pernah melupakannya,

biarlah kata-kata itu mengendap dalam dirimu. Perhatikan, dengarkan dengan seksama.

 

4

(Baris 15-19)

ingetkeun na dasa sila / iseuskeun na panycasaksi / iyu ningkahkeun raga /

mamolahakeun sarira/ngalengkahkeun suku tangan /

Ingatlah selalu Dasasila, Dasa Sila, atau 10 Sila/Pedoman bagi Hidup Luhur;

biarlah indra-indra persepsi menjadi Lima Saksi, Panyca Saksi atau Panca Saksi terhadap sila-sila

tersebut. Jadilah saksi terhadap sila-sila luhur tersebut dengan menggunakan tubuhmu, dirimu

sendiri, dan dengan kakimu (artinya, jalani nilai-nilai luhur itu; praktikkan nilai-nilai luhur itu)

(Aplikasi dari Kesepuluh Sila ini dijelaskan secara panjang lebar dalam ayat-ayat berikut).

 

5

(Baris 20-24)

Suku milang awak urang/ lamun na salah upana / eta matak urang papa /

Leungeun lamun na salah cokot/ eta matak urang papa /

Kaki adalah bagian dari tubuh kita; dengan menyalahgunakannya (pergi ke ternpat salah,

dan mengambil langkah yang salah), kita menyebabkan penderitaan besar bagi diri kita sendiri.

Demikian pula. tangan, dengan rnenyalahgunakannya (mengambil sesuatu yang bukan milik kita,

mencuri atau melakukan sesuatu yang salah), kita menyebabkan penderitaan besar

bagi diri kita sendiri.

 

6

(Baris 25-30)

Ceuli laman salah denge/ eta matak arang papa / Mata lamun salah jeueang/

eta matak arang papa /Irung laman salah ambeu / eta matak urang papa /

Dengan menggunakan telinga kita untuk mendengar hal-hal yang tidak benar (gosip atau hal-hal

tidak relevan bagi kita), menyebabkan penderitaan besar bagi diri kita sendiri; sama halnya,

mata disalahgunakan untuk melihat hal-hal yang tidak benar (atau, mernandang sesuatu dengan

cara yang salah, tidak seperti kenyataannya), menyebabkan penderitaan besar

bagi diri kita sendiri. Demikian pula dengan hidung yang jika terbiasa mencium bau busuk,

menjadi penyebab banyak penderitaan.

(Pedoman ini juga dapat dipahami sebagai nasihat agar tidak usil, tidak ikut campur dalam

urusan orang lain, dan mengurusi urusan kita sendiri.)

 

7

(Baris 31-34)

Sangut laman salah / hakan salah inum / mangimi salah na sabda /

lamun na sabda tan taha / laman lain sabdajati/

Jangan gunakan rnulutmu untuk makan dan minum apa saja (maksudnya, makanlah dan rninumlah

yang sehat dan dengan bijaksana); terutama perhatikan selalu pada kata-kata yang kau ucapkan —

hindari semua kebohongan. Teguh pada kebenaran!

 

8

( Baris 35-39)

lamun hamo rahayu / lamun mo tiis ba[b]warna / eta nu disangsalahkeunl

nu mangka papa kalesa / sanyarah na angen-angen /

Hendaknya tidak mengucapkan kata-kata yang tidak berguna, dan malah menciptakan perselisihan

bukannya keharmonisan, karena dapat rnengakibatkan penderitaan besar dan menimbulkan

kesulitan, kalesa atau klesa. Sekali diucapkan, kata-kata itu masuk ke dalam diri seseorang

(mengganggu orang yang rnengucapkannya maupun yang mendengarnya).

9

(Baris 40-44)

Samilang pangeusi raga / nu dipiawak sarira / eta nu malut ngalulut/

eta nu ngindit ngarapig/ nu ma annan kana kawah /

Pahami bahwa tubuh kita, badan fisik atau sarira (yang terdiri dari indra dan lain-lainnya

adalah penyebab kejatuhan kita sendiri ke alam kehidupan yang lebih rendah (jika kita tidak

menggunakan tubuh kita sesuai dengan anjuran-anjuran yang diberikan sebelumnya).

 

10

(Baris 45-49)

Lamun salah di kreti / hala hedap hala tineung/ hiri dengki di sakalih /

makean neluh ngaracun / ngagunaan mijaheutan /

Tindakan yang salah; niat yang salah; pikiran yang salah; iri terhadap orang lain; menyantet/

menyihir; meracuni atau membunuh seseorang (juga berarti menggunakan kata-kata menghina

atau beracun); bersekongkol melawan seseorang dan menyebabkan orang tersebut celaka

atau terluka dengan cara apa pun;

 

11

(Baris 50-54)

sakoeh ning hedap dusta / manguni inya dusta / mati-mati wangsa sadu /

ngajuar nu hanteu dosa /sineguh inya na dusta /

Memiliki niat tidak baik; terlebih lagi, mewujudkan atau membantu mewujudkan niat yang tidak

Baik tersebut (berdusta); membunuh atau menyebabkan kematian para sadu, sadhu atau orang-

orang bijak; menghukum orang yang tidak bersalah — semua ini adalah kesalahan-kesalahan berat.

 

Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2015). Dvipantara Dharma Sastra, Jakarta: Centre for Vedic and Dharmic Studies).

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)