Pengaruh Istri terhadap Anak, Perkawinan Bagian 2: Perjalanan dari Aku menjadi Kita, dari Pasangan Hidup menjadi Sahabat dalam Tugas Suci

1 foto keluarga di tahun 90-an

Foto bersama 3 anak di tahun 90-an

Laki-Laki Mencari Nafkah, Istri Mengelola Keuangan

Laki-laki dan perempuan memang memiliki tugas dan kewajiban masing-masing. Pria bekerja menggunakan otot dan pikirannya. Perempuan bekerja dengan menggunakan hati dan pikirannya. Zaman dulu, pekerjaan diluar rumah banyak menggunakan otot. Tidak seperti sekarang. Mesin dan computer belum dikenal oleh masyarakat luas, maka pantaslah bila seorang lelaki bekerja diluar rumah. Sementara, pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab seorang perempuan.” (Krishna, Anand. (2006). Saptapadi, Tujuh Langkah Menuju Keluarga Bahagia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Kami berdua mengikuti orang tua dan mertua, menjadi keluarga tradisional, suami yang mencari nafkah dan istri yang mengelola keuangan. Istri kami walau seorang sarjana ekonomi akan tetapi tidak bekerja, karena ikut suami pindah-pindah tempat kerja. Istri fokus mengelola rumah tangga, keuangan dan membina anak.

Ketika saya menempuh pendidikan di Canada, saya baru tahu bahwa di negara maju baik suami maupun istri bekerja. Kemudian di belakang hari, saya juga tahu bahwa hampir semua teman-teman perempuan SMA saya sekarang bekerja. Dan itu sudah merupakan kebutuhan zaman. Mempelajari buku Saptapadi, saya paham bahwa kedua suami-istri bekerja tidak bermasalaah, asal dapat mencari jalan keluar membina anak-anak mereka. Mungkin sudah merupakan hukum alam bahwa mereka yang merepotkan orangtua atau mertua untuk membantu “momong”, merawat anak, maka saat tua pun dia akan dititipi untuk “momong”, merawat cucu gantian. Dan, mereka yang suka menitipkan anak di Tempat Penitipan Anak, seperti di Luar Negeri, maka ada kemungkinan di hari tua mereka ditipkan oleh anak mereka di Panti Wredha atau Panti Jompo.

Saya dan istri membayangkan bahwa di hari tua kami tidak ikut anak, hidup mandiri dan mungkin ada famili atau handai-tolan yang ikut mengawasi kehidupan kami sebagai orang yang tua. Sehingga terpikir bagi kami untuk apa berumur panjang jika merepotkan banyak orang? Selagi masih dikaruniai kesehatan, kami harus memanfaatkan untuk membuat hidup yang lebih berkualitas.

Saya hanya bisa berterima kasih kepada istri yang telah melepaskan keinginannya untuk bekerja sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya. Saya juga mengingatkan anak-anak saya, bahwa mereka bisa tumbuh berkembang karena pengorbanan seorang ibu. Praktis sampai saat ini saya dan istri saya mengurusi rumah tangga tanpa pembantu. Dan, itu saya lihat juga dilakukan pasangan suami-istri di negara maju, seperti di Canada saat saya menempuh pendidikan lanjutan dan saat istri saya sempat menemani saya di sana. Untuk memelihara pekarangan rumah, biasanya secara rutin kami panggil pekerja, sedangkan untuk mengantar anak istri, kebetulan Hyang Maha Kuasa selalu memberikan pengemudi yang baik. Setelah pensiun mau tidak mau saya sendiri yang mengantar anak dan istri. Istilah teman-teman kami, “ternak-teri”, anter anak anter isteri.

Anak-anak saya beruntung karena pandangan hidup mereka sejak kecil tidak dipengaruhi oleh pembantu yang mungkin saja intelegensianya tidak begitu tinggi. Akan tetapi keluarga model begini merupakan transisi, yang suatu kali masuk “museum”, karena saat ini kedua suami-istri bekerja.

 

Mulai membuka Rekening Bank

Pada waktu Sekolah Dasar, saya diajari membuka Tabungan Pramuka atau Tabanas di sekolah. Tapi uang saku dari orangtua pas-pasan sehingga jarang menabung. Belakangan keponakan saya yang menabung di sekolahan uangnya tidak kembali, karena gurunya pindah. Mungkin sekarang tidak terjadi, tetapi pada saat sulit ekonomi hal tersebut bisa saja terjadi.

Saya mulai mengenal akun bank setelah mempunyai istri. Ayah saya sebagai pegawai negeri dengan gaji pas-pasan tidak punya rekening di bank. Justru gaji ayah saya sering dipotong pinjaman koperasi saat terpaksa pinjam uang untuk keperluan mendadak yang besar. Ketika putra-putrinya sudah bekerja dan sering mengirim uang, kiriman tersebut selalu diambil tunai dan seingat saya saya belum pernah melihat kedua orang tua kami mempunyai buku bank.

Tadinya uang saya simpan di selipan buku kwarto dan tempat dimana ada uang dilem tepi kertas penutupnya. Tabungan model kuno, tak ada yang mengajari, langsung begitu saja. Uang tersebut selain untuk kirim ke orang tua dan mertua juga kami gunakan untuk membeli buku peningkat semangat, pemberdaya diri. Misalnya buku “Berjiwa Besar” tulisan DJ Schwartz atau buku-buku tulisan Norman Vincent Peale. Bila di Bengkulu tidak ada, maka saya menghubungi toko buku di Jakarta atau Bandung membeli buku lewat paket kiriman.

Uang di buku kwarto khusus tersebut kadang tebal kadang tipis. Tapi ada satu hal yang tidak pernah saya lupakan. Sejak kerja saya selalu kirim uang ke orang tua setiap bulan dan kala sudah bersuami kirim ke orang tua dan mertua setiap bulan secara rutin. Dengan diantar istri, saya mulai membuka rekening bank di Bank Dagang Negara yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mandiri. Selanjutnya gaji saya dari Departemen PU Jakarta selalu dikirim lewat Bank tersebut.

Istri saya mengelola keuangan dengan baik. Baginya uang yang dikelola, bukan uangnya pribadi, akan tetapi adalah merupakan amanah dia untuk menjaga kehormatan suami dan mengelola keuangan dengan baik. Di kisah-kisah kemudian, rencananya akan kami sampaikan rahasia dapur pengelolaan keuangan rumah tangga agar keluarga bisa hidup tenang.

Boleh dikatakan bahwa kami berdua tidak pernah punya hutang. Ada juga saat-saat sulit dimana saya pilih menjual cincin daripada hutang. Kami hanya pernah berhutang kala melahirkan anak kami kedua kepada kakak kedua saya, dan setelah beberapa saat hutang itu pun kami lunasi. Sebagai salah satu pimpinan unit, walau unit kecil, saya sering menandatangani perjanjian bagi staf kami yang pinjam di bank, dimana uangnya mereka gunakan untuk membeli motor atau tanah. Akan tetapi saya sendiri belum pernah berhutang atau “menyekolahkan SK” istilahnya.

buku saptapadi-500x500

Cover Buku Saptapadi yang dipakai sebagai bingkai kisah

 

Pengaruh Genetika orangtua terhadap anak

Sebagai orang tua, kitapun harus membebaskan diri dari anak kita dari keterikatan yang hanya membawa duka dan kesengsaraan. Cucu kita bukanlah tanggungan kita. Biarlah orang tua mereka yang menanggung kesejahteraan mereka. Beri mereka kesempatan untuk berkarya, mengabdi, dan mencapai kesempurnaan hidup lewat karya dan pengabdian mereka sendiri. Berilah mereka kesempatan untuk berkembang sendiri.” (Krishna, Anand. (2006). Saptapadi, Tujuh Langkah Menuju Keluarga Bahagia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Cinta kasih bukanlah keterikatan. Cinta kasih tidak memperbudak dan mengikat. Cinta kasih justru membebaskan. Demi cinta terhadap anak-anak, berilah mereka kebebasan untuk berkembang sendiri sesuai dengan potensi dan kemampuan mereka.” (Krishna, Anand. (2006). Saptapadi, Tujuh Langkah Menuju Keluarga Bahagia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Ketiga anak kami mulai berada dalam kandungan saat kami tinggal di kota tempat saya bekerja. Istri saya mulai hamil anak pertama di Bengkulu, yang kedua di Aceh dan yang ketiga di Pandeglang Banten. Walaupun demikian ketiga-tiganya lahir di Solo. Dan, Akte kelahiran mereka semua tercatat mereka lahir di Surakarta. Ketiga-tiganya ditangani oleh Dokter Hafidh dan tempat kelahiran adalah sama di Rumah Sakit Kasih Ibu, Purwosari Solo.

Nama ketiga anak kami mempunyai kaitan dengan kata Tri dan Rosita. Jauh-jauh hari kemudian setelah mengenal masuk Komunitas Anand Ashram, dan mendengarkan penjelasan Guru, kami berdua baru sadar bahwa genetik anak adalah campuran dari genetik ayah dan ibu, genetik kedua orangtua ayahdan ibu, bahkan genetik kakek dan nenek kedua orang tua ayah dan ibu. Jadi, bagaimana pun juga hubungan genetik tersebut tidak bisa dipisahkan. Itulah sebabnya orang tua selalu memilih “bibit, bobot dan bebet”, keturunan, pekerjaan tetap , dan tingkat kehidupan sehari-hari  untuk calon menantunya. Karena “bibit, bobot dan bebet” yang baik akan menurunkan paling tidak genetik anak-anak yang baik. Baik orangtua maupun mertua saya mengatakan bahwa yang baik adalah bila kondisi suami dan istri “sejajar”.

buku gospel obama-500x500

Cover buku The Gospel of Obama

Pengaruh Ibu terhadap keluarga dan anak

“Kaum perempuan bisa menjadi pemimpin yang bijak. Jika mereka mengembangkan kemampuan rnenyusul dan mengelola, mereka bisa mencapai apa pun. Dan kabar baiknya, kaum perempuan bisa melakukannya lebih awal dan  lebih cepat daripada laki-laki. Amigdala dalam otak perempuan membuatnya kurang agresif dan tidak mudah terpancing amarah. Dan yang terakhir, Bagian Insula dalam otak perempuan lebih besar dan aktif, sehingga membuatnya lebih intuitif. Tidak seperti laki-laki, perempuan bisa menangkap “kebenaran”, dan tidak semata-mata memperhatikan fakta saja.

“Dengan demikian, kaum perempuan bisa menjadi hakim, jaksa, dan pengacara yang lebih mumpuni, dan kinerjanya lebih baik dalam pekerjaan yang melibatkan pengambilan keputusan. Perempuan memiliki massa otot yang lebih rendah sehingga tentu saja tidak cocok untuk menjadi kuli atau buruh angkut. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini bisa dilakukan para laki-Iaki. Tidak masalah. Perempuan mungkin lemah dalam hal berargumentasi dan berfilsafat, jadi biarkanlah para laki-laki yang menjadi Socrates dan Plato. Tak masalah juga. Perempuan lebih bisa merasa, dia lebih bisa mengerti, dia lebih bisa mengasihi dan itulah yang sekarang dibutuhkan dunia. lnilah yang benar-benar dibutuhkan. Perempuan bisa memenuhi kebutuhan ini.

“Kromosom perempuan adalah X-X, 23-23 – dia sempurna. Kromosom laki-Iaki adalah X-Y, 23-22, dia kehilangan satu poin. Sudah diketahui bersama bahwa kromosom “X” pada laki-laki diturunkan dari ibunya. X adalah energi Feminin, yang menggerakkan kita. Seorang laki-laki tidak akan tercipta tanpa X, dia tidak bisa hidup hanya dengan kombinasi Y-Y. Sedangkan perempuan bisa hidup tanpa Y, dia bisa  hidup hanya dengan kombinasi X-X. Di balik kesuksesan seorang laki-laki ada perempuan yang berperan. Dan pernyataan ini pun memang benar karena perempuan merupakan personifikasi dari Sumber Kekuatan. Dalam tradisi Veda, ini disebut Shakti. Dan, Shakti bermakna Energi, Sumber Kekuatan. Kekuatan perempuan terletak pada kelembutan dan kehalusan budinya, yang membuatnya penuh kasih dan empati. Kaum perempuan oleh, karena itu bisa menjadi perawat yang hebat. Mereka lebih perhatian. Sebagai ibu, dia merawat. Sebagai saudari, dia mendukung. Sebagai istri atau kekasih, dia memperkuat.  Saya penasaran dengan mereka yang bersikukuh bahwa kaum perempuan harus tunduk pada laki-laki. Sadarkah mereka akan kenyataan ini?” (Krishna, Anand. (2009). The Gospel Of Obama. Koperasi Global Anand Krishna bekerja sama dengan Yayasan Anand Ashram)

 

Bertahun-tahun kemudian, setelah membaca buku-buku Bapak Anand Krishna,  kami dan istri baru sadar bahwa genetik anak adalah campuran dari genetik bawaan lewat ayah dan lewat ibu, akan tetapi energi, semangat anak diperoleh dari ibu. Setelah sel sperma membuahi sel telur, maka yang membesarkan sel yang telah dibuahi menjadi janin adalah ibu. Selama 9 bulan janin berada dalam kandungan ibu, dipelihara ibu. Shakti atau energi berasal dari ibu. Sehingga Arjuna disebutkan sebagai Putra Kunti, ibunya bukan Putra Pandu, ayahnya.

Saya selalu mengingatkan ketiga anak saya bahwa, semangat mereka diperoleh dari ibu. Dan, saya melihat orang-orang yang berhasil biasanya selalu mempunyai ibu yang hebat dan mereka menghormati ibunya. Kisah Bapak Anand Krishna yang diajari spiritual oleh Ibu beliau lewat nyanyian sejak kecil seakan-akan mengkonfirmasi kebenaran pandangan kami tentang pengaruh Ibu terhadap anak. Pemahaman dari Bapak Anand Krishna membuat kami pernah menulis tentang ibu. Silakan baca: “Ibunda, Ibu Pertiwi Dan Bunda Ilahi, Sebuah Renungan Di Hari Ibu”  http://triwidodo.wordpress.com/2011/12/22/ibunda-ibu-pertiwi-dan-bunda-ilahi-sebuah-renungan-di-hari-ibu/

Di Blog Renungan Triwidodo tersebut ada  1.127 artikel yang saya tulis mulai tahun 2008 yang memberikan gambaran pandangan hidup kami setelah masuk Komunitas Anand Ashram.

 

Bersambung…

 

Silakan berhenti sejenak,

Agar mengetahui gambaran sekilas kisah bersambung sepasang pejalan ini, maka perlu saya sampaikan “rencana outline” kisah:

  • Perkawinan Bagian 3 tentang belajar kehidupan selagi hayat masih dikandung badan.
  • Tertembak di Aceh
  • Pertama kali mengenal latihan meditasi
  • Pertama kali menginjak Ashram One Earth di Ciawi
  • Beberapa perjalanan ke luar negeri baik sebelum atau sesudah masuk komunitas Anand Ashram
  • Pengalaman di Semarang, Solo, Yogya, Bali, Sunter dan lain-lain.

Sebenarnya, menurut kami kisah ini bukan otobiografi yang ditulis dari catatan-catatan masa lalu. Bagaimana pun agar bermanfaat bagi diri saya pribadi, anak-anak kami dan para sahabat saya, kisah ini diupload  dengan memakai kacamata kesadaran saat penulisan.

Terima kasih.

 

Blog terkait:

 

http://triwidodo.wordpress.com/

 

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

 

http://www.oneearthmedia.net/

Leave a comment