Berhadapan dengan Penggoda: Kan Bukan Malaikat? Atau Alihkan Kesadaran?

buku-bhagavad-gita-penggoda

Banyak di antara kita beranggapan bila nafsu adalah salah satu hal yang natural, alami; “Namanya juga manusia”. Sehingga jika seseorang terdorong oleh nafsu dan membuat kesalahan, maka ia merasa dirinya “Tidak berdaya”; “Namanya juga laki-laki”; “Kan, bukan malaikat”.

Pemikiran seperti ini bersifat materialis sepenuhnya. Pemikiran seperti ini muncul dari ketidaktahuan kita tentang peran Jiwa, Indra Persepsi, Pancaindra, dan sebagainya.

Demikian kutipan dari penjelasan Bhagavad Gita 15:9. Berikut ini penjelasan Krsna tentang hal tersebut, dalam Bhagavad Gita 15:10………..

buku-bhagavad-gita

Cover Buku Bhagavad Gita

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

 

 “Mereka yang bodoh tidak mengetahui peran Jiwa, yang menghidupi tubuh, dan dapat sewaktu-waktu meninggalkannya; bahwasanya adalah Jiwa pula yang menikmati segala objek pemicu di luar karena pengaruh sifat-sifat Sattva, Rajas dan Tamas. Hanyalah para bijak berpenglihatan jernih, yang memahami hal ini.” Bhagavad Gita 15:10

 

Objek-objek di luar – makanan selezat apa pun, kulit selicin apa pun, wajah secantik atau setampan apa pun — semuanya tidak mampu menimbulkan nafsu, jika Jiwa tidak menghendakinya, tidak menyorotinya, dan tidak berfokus padanya.

 

PANCAINDRA TIDAK DAPAT BERFUNGSI SENDIRI tanpa Sinar Jiwa meneranginya. Jiwa menghidupkan pancaindra, pikiran dan lainnya.

Jika tidak ingin tertarik, maka saat berpapasan dengan objek-objek yang kerap disebut pemicu atau penggoda – alihkan kesadaran kita. Biarlah Jiwa tidak menerangi indra persepsi yang dapat terganggu. Biarlah ia berada dalam kesadaran hakikinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Sang Jiwa Agung.

Ketika berpapasan dengan salah satu pemicu di luar; janganlah langsung memuji Tuhan, “Terimakasih aku dapat mangsa.” Ini adalah kesadaran rendah di mana Jiwa telah mengidentifikasikan dirinya dengan indra, dengan badan.

Jika memang ingin menikmatinya, maka silakan menikmatinya tanpa keterikatan, dan dengan penuh kesadaran akan segala konsekuensinya.

Contoh: Indra Pencecapan tertarik untuk makan sesuatu, ia merayu Jiwa dan berhasil, maka badan diajaknya ke restoran mahal, mewah. Konsekuensinya, separuh gaji terpakai untuk satu kali makan. Masih mau? Silakan. Tapi,

 

JIKA INGIN MENARIK DIRI, alihkan kesadaran pada tebal-tipisnya kantong, pada gaji, pada kemampuan yang riil.

Kita melihat wajah cantik — saat itu jika Jiwa sedang menjiwai nafsu birahi, maka yang terlihat hanyalah “kulit”. Tetapi, jika kita dapat mengalihkan kesadaran pada keindahan alam semesta di mana wajah cantik itu ibarat sekuntum bunga di tengah taman bunga yang luasnya tak terbatas — maka nafsu birahi tidak akan bangkit. Adalah kekaguman kita pada kecantikan dan keindahan semesta yang akan muncul.

Demikian pula saat indra-indra lainnya berpapasan dengan pemicu mereka masing-masing. Kembali pada contoh tentang makanan, ketika melihat makanan yang kita sukai, renungkan adakah makanan itu bermanfaat bagi kesehatan badan atau hanya nikmat dan lezat di lidah, tapi berbahaya bagi kesehatan.

Pun demikian ketika mendengar musik dengan menggunakan earphone jenis super. Demi kenikmatan sesaat, kita sedang merusak jaringan syaraf kita sendiri, yang dapat membahayakan otak. Sekaligus, kita tidak mampu lagi untuk menikmati suara-suara alam yang halus, suara air, dan suara angin. Telinga kita sudah terbiasa dengan suara keras, ia sudah tidak peka terhadap suara-suara lembut. Tidak ada lagi kenikmatan alami baginya. Siapkah kita untuk menghadapi konsekuensi itu?

 

PARA PSIKOLOG MODERN sering menasihati pasien mereka untuk mengalihkan perhatian atau fokus dari sesuatu yang mereka ingin lepaskan dengan cara memikirkan sesuatu yang lain.

Misalnya, supaya bisa menceraikan pasangan, “Pikirkan hal-hal yang buruk tentangnya.” Pengalihan perhatian, fokus, serta memikirkan keburukan — scmuanya terjadi pada tataran mind, gugusan pikiran dan perasaan, mental dan emosional. Peralihan seperti itu bisa saja membantu untuk sesaat atau beberapa saat, tapi tidak bisa untuk selamanya. Peralihan seperti itu bersifat sementara.

 

BAGAIMANAA JIKA JIWA SUDAH TELANJUR “TERIKAT” DENGAN SUATU PENGALAMAN DAN MENGINGINKANNYA? Dulu ia dirayu, sekarang ia malah mendesak gugusan pikiran serta perasaan dan indra persepsi untuk tetap rnengejar yang diinginkannya itu. Kemudian, pancaindra yang memang selalu siap berinteraksi dengan alam benda dan kebendaan, akan mengikuti desakan mereka, desakan gugusan pikiran serta perasaan dan indra-indra persepsi, dengan penuh suka-cita.

Untuk membebaskan diri dari sesuatu, segala upaya di tataran gugusan pikiran serta perasaan dan indra adalah sia-sia. Tubuh, indra, mind, atau gugusan pikiran serta perasaan bukanlah sumber persoalan. Sumber persoalan adalah “keterikatan” Jiwa pada pemicu-pemicu di luar.

Sumber persoalan adalah identifikasi yang salah di tataran Jiwa. Semestinya ia menonton sebagai saksi dan membiarkan indra dan pemeran lainnya bermain apik di atas panggung. Ia tidak perlu menjadi, atau lebih tepatnya, “menganggap” diri sebagai pemain.

Bebaskan “diri” kita — Jiwa — dari identitas palsu. Dan saat itu juga segala persoalan terselesaikan dengan sendirinya.

Dikutip dari buku: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

banner-utk-di-web

oec4elearning-banner