Orang Mengikuti Kepercayaan yang Selaras dengan Sifat Dasar Dirinya

buku-bhagavad-gita-pyramid-and-sphinx

3 Kelompok Kepercayaan menurut Sri Krishna

Kepercayaan para Sattvika membuat mereka lembut, sopan, dan tidak merusak alam. Pun mereka tidak mengganggu atau mencelakakan sesama makhluk hidup.

Kelompok kedua adalah mereka yang kepercayaannya berlandaskan Rajas. Mereka disebut sebagai pemuja yaksa dan raksasa atau pemuja materi………. Saat ini, mayoritas berada dalam kelompok kedua – Walau rajin beribadah dan keluar masuk tempat ibadah beberapa kali setiap hari atau setiap minggu, sesungguhnya kita percaya pada kekuatan-kekuatan duniawi, pada materi, tidak pada kekuatan Ilahi.

Kelompok ketiga adalah kepercayaan berlandaskan tamas – Percaya pada roh-roh mereka yang sudah mati dan gentayang adalah kepercayaan pada ‘tulisan-tulisan’ — ide-ide, pandangan-pandangan yang sudah tidak relevan. Mereka menutup diri terhadap perkembangan zaman. Mereka hidup di masa lalu. Kepercayaan mereka adalah kepercayaan buta, dimana ‘apa yang tertulis’ menjadi sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat, bahkan tidak boleh diinterpretasi ulang. Mereka anti-modernisasi, dalam pengertian anti-dinamika kehidupan. Demikian penjelasan Bhagavad Gita 17:4.

Berikut penjelasan tentang ketiga kelompok kepercayaan berdasar sifat dasar dan keberadaan seseorang (hubungannya dengan dunia benda), sesuai Bhagavad Gita 17:1-3……..

buku-bhagavad-gita

Cover Buku Bhagavad Gita

Oṁ Saha nāvavatu; saha nau bhunaktu; Saha vīryam karavāvahai; Tejasvi nāvadhītamastu; Mā vidviṣāvahai; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga Hyang Tunggal senantiasa melindungi kita; menjernihkan pikiran kita: semoga kita dapat berkarya bersama dengan penuh semangat; semoga apa yang kita pelajari mencerahkan dan tidak menyebabkan permusuhan; Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

 

Arjuna bertanya: “Wahai Krsna, bagaimana dengan mereka yang memuja dengan penuh keyakinan, namun, tidak mengikutipetunjuk susastra. Apakah mereka bersifat Sattva, Rajas, atau Tamas?” Bhagavad Gita 17:1

 

Pada dasarnya, pertanyaan Arjuna ini adalah tentang “kepercayaan” manusia. Atas nama kepercayaan, ada yang membenarkan kebencian terhadap kelompok-kelompok berkepercayaan lain, yang tidak sama. Ada yang malah membenarkan serangan-serangan terhadap mereka yang beda kepercayaan. Penghancuran, perusakan tempat-tempat ibadah “lain” pun dibenarkan atas nama kepercayaan.

 

ADA YANG BERSIKAP SANGAT EKSKLUSIF dan menganggap kepercayaannya saja yang benar; cara berdoanya saja yang benar; kitabnya saja yang benar — semua lainnya adalah salah.

Jika ditanya kenapa bisa mengartikan kepercayaannya seperti itu, rnereka tidak bisa menjawab, malah menjadi berang: “Jangan sekali-kali menghina dan bermusuhan dengan Tuhan. Celakalah engkau.”

Pertanyaan Arjuna sangat penting, “Bagaimana dengan mereka yang ‘percaya’, walau kepercayaannya bukanlah berpedoman pada kesucian dan kebaikan, tapi pada kebencian, pada diskriminasi, dan sebagainya?”

 

Sri Bhagavan (Krsna Hyang Maha Berkah) menjawab: “Berdasarkan sifat dasar dan keberadaan seseorang (hubungannya dengan dunia benda), kepercayaan manusia dapat dibagi dalam tiga kelompok, Sattviki, Rajasi, dan Tamasi. Dengarlah penjelasannya dari-Ku; ” Bhagavad Gita 17:2

 

Apa yang kita percayai amat sangat tergantung pada sifat dasar kita. sendiri. Jika sifat dasar kita Sattvika, mulia, maka kita memercayai kemuliaan. Jika sifat dasar kita Rajasi, maka kita akan percaya pada apa yang tampak nyata, kita tidak mampu melihat kebenaran di balik fakta di depan mata. Namun, jika sifat dasar kita Tamasi, maka kepercayaan kita pincang. Kita hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Tidak memikirkan kepentingan orang lain.

 

“Wahai Bharata (Arjuna, keturunan Raja Bharat), Kepercayaan setiap orang adalah selaras dengan sifat dasarnya. Sesungguhnya, kepercayaan membentuk kepribadian manusia. Ia adalah sesuai dengan apa yang dipercayainya.” Bhagavad Gita 17:3

Jika kita percaya pada Tuhan sebagai Kebenaran Mutlak Hyang Maha Ada — maka kita akan melihat wajah-Nya di setiap penjuru dunia, bahkan di setiap penjuru alam semesta.

 

JIKA KITA PERCAYA PADA TUHAN SEBAGAI “PERSONA” – Walau kita rnenyebutnya abstrak, maka kita akan melihat-Nya dalam kepercayaan kita sendiri. Kita tidak bisa melihat-Nya dalam kepercayaan orang lain.

Kemudian, kitab suci di tangan kita itu menjadi satu-satunya kitab yang tersuci. Kepercayaan kita menjadi kepercayaan yang terbaik, paling mulia. Cara kita beribadah menjadi satu-satunya cara yang dapat menghubungkan kita dengan Tuhan. Cara-cara lain menjadi sesuatu yang malah menyesatkan. Demikian anggapan kita.

Terakhir, jika kita percaya pada ego kita sendiri, pada badan, benda, dan alam kebendaan —maka, Walau tampak rajin beribadah, sesungguhnya kita menjadi pemuja materi. Kita tidak mampu lagi menyaksikan Kemuliaan Jiwa!

Tautan Terkait: https://gitakehidupansepasangpejalan.wordpress.com/2015/08/24/renungan-gita-mayoritas-rajin-beribadah-tapi-percaya-hanya-pada-kekuatan-duniawi-materi/

 

Dikutip dari buku: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ; Sarve santu nirāmayāḥ; Sarve bhadrāṇi paśyantu; Mā kashchit duḥkha bhāgbhavet; Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ

(Semoga semua makmur, bahagia dan bebas dari penyakit. Semoga semua mengalami peningkatan kesadaran, dan bebas dari penderitaan. Damailah hatiku, damailah hatimu, damailah kita semua.)

 

Link: http://www.booksindonesia.com

Link: http://www.oneearthcollege.com/

 

Banner utk di web

oec3Elearning-Banner-2 (1)

Leave a comment