Renungan Diri: Berbagi Berita Baik Tentang Kerajaan-Nya Kepada Mereka yang Tidak Percaya?

Tidak Takut Disalib seperti Jesus?

 

 

“Setelah mengakhiri wejangannya, Ia pergi. Para murid menjadi sedih, berlinangan air mata, mereka berkata:

“Bagaimana menyampaikan berita baik tentang Kerajaan Anak Manusia kepada mereka yang tidak percaya? Mereka menghukum-Nya karena hal itu, apalagi kita?” Injil Maria Magdalena Ayat 5-11, dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2007). Mawar Mistik, Ulasan Injil Maria Magdalena. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

 

“Mereka masih takut. Setelah melihat Sang Juru Selamat pun mereka masih takut. Namun, janganlah menertawakan mereka, karena kita tidak lebih baik daripada rnereka.

“Sungguh mudah untuk mengikuti Yesus di Gereja, yang sudah tidak dapat dilihat oleh mata kasat, yang sudah tidak berbadan seperti kita. Sungguh mudah menerima Yesus seperti itu sebagai Tuhan, sebagai Putra Allah, atau apa saja. Sebaliknya sungguh sulit mengikuti Yesus yang berada di luar Gereja. Yesus yang tidak menjadi monopoli gereja mana pun jua. Sulit mengikuti Yesus yang terlihat jelas oleh mam kasat, Yesus yang berbadan seperti kita.

“Yesus yang masih berwujud adalah seorang Mesias Pemberontak. Kedatangannya mendobrak tradisi-tradisi lama yang sudah usang, Tradisi mengatakan: mata ganti mata; gigi ganti gigi. Dendam harus dibalas. Yesus mengatakan

“Tidak…. Maafkan mereka yang menzalimimu.”

“Bagaimana aku dapat memaafkan mereka yang menghujat, menipu dan menzalimi diriku?”

Yesus tertawa dan menjawab, “Lihatlah salib yang tengah kupikul!”

“Yesus yang sedang memikul sendiri salib-Nya, dan menderita tetapi tidak mengangkat senjata, sungguh sangat sulit diikuti. Siapa yang tahan jadi pengikut-Nya?

“Bagaimana menyampaikan berita baik tentang Kerajaan Anak Manusia kepada mereka yang tidakpercaya? Mereka menghukum-Nya karena hal itu, apalagi kita?” — Barangkali ada yang berkata, “Ah, itu dulu… Sekarang kita tidak takut lagi. Iman kita pada Sang Juru Selamat sudah total, komplet!”

“Ya, sekarang kita tidak ragu mengangkat senjata atas nama Yesus. Jangankan sekarang, pada zaman Perang Salib dulu pun kita sudah mengangkat senjata. Perang Salib, atau apa pun sebutannya, terjadi karena kita berani membunuh atas nama Yesus, agama dan Allah!” Dikutip dari (Krishna, Anand. (2007). Mawar Mistik, Ulasan Injil Maria Magdalena. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

buku mawar mistik

Cover Buku Mawar Mistik

“Apa yang melandasi keberanian kita?

  • Keselamatan dari Sang Juru Selamat.
  • Janji ‘kapling di surga’.
  • Backing dari institusi agama, dan lain sebagainya.

Keselamatan dari Sang Juru Selamat: “Yesus, Tuhan kita, Saudara-saudara, mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita…” seorang rahib dengan sangat mudah dapat memancing emosi umatnya. Ada yang terharu; ada yang menangis; ada yang berteriak “Amin, Amin….”

“Ini dulu. Lain dulu, lain sekarang. Sekarang kita hanya membaca tentang Yesus dan penderitaan-Nya, dan merasa bersyukur bahwa Ia telah menderita dan menebus dosa-dosa kita. Puji Tuhan!

Dulu, kita melihat sendiri penderitaan Yesus. Kita mendengar sendiri keluhan-Nya, rintihan-Nya, “Duuhhh Gusti, sampai hati Kau membiarkan diriku menderita seperti ini…. Di manakah Engkau?”

“Yesus sedang menderita; ia sedang merintih. Ia juga mengeluh. Jelas ia tidak mati untuk dosa-dosa kita. Ia tidak menebus dosa-dosa kita. Bahkan, pikiran ke arah itu pun belum ada. Tidak terpikir oleh siapa pun saat itu bahwa Yesus mati untuk menebus dosa-dosa para pengikutnya. Yang dekat dan sepenanggungan dengan Dia ikut menderita bersama-Nya, ikut merintih, dan ikut mengeluh, “Ya Allah, kenapa? Kenapa? Kenapa?

“Kendati belum ada ide mengenai “dia menderita untuk menebus dosa-dosa kita”, orang yang dekat dan sepenanggungan dengan-Nya mencintai Dia. Mereka mencintai Yesus bukan karena Ia adalah juru selamat; bukan karena ia mati untuk menebus dosa-dosa, tetapi karena memang Ia layak untuk dicinta, karena Dia mencintai sesama-Nya.

“Hubungan mereka dengan Yesus bukanlah hubungan dagang seperti yang terjadi saat ini, di mana, entah terucap atau tidak, bunyinya kira-kira: “Aku menerima-Mu, karena kau menyelamatkanku.”

“Bagaimana menyampaikan berita baik tentang Kerajaan Anak Manusia kepada mereka yang tidak percaya? Mereka menghukum-Nya karena hal itu, apalagi kita?” — Tidak ada urusan selamat-menyelamatkan. Tidak ada janji surga. Tidak ada apa-apa. Becking dari Sri Paus pun tidak ada. Vatikan belum ada. Gereja belum terbentuk. Rasa takut saat itu sungguh sangat real, sangat manusiawi.

“Kelemahan mereka masih dapat dipahami.” Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2007). Mawar Mistik, Ulasan Injil Maria Magdalena. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) Link: http://www.booksindonesia.com