Renungan Diri: Sumber Kebahagiaan ada di Dalam Diri, Berbahagialah!

buku the hanuman factor

Cover Buku The Hanuman Factor

Berikut terjemahan bebas dari buku yang penuh semangat bhakti dalam bahasa Inggris karya Bapak Anand Krishna.

“Aur Devataa Chita na Dharaee, Hanumanta sei Sarva Sikh Karaee.” Hanuman Chalisa 35

Aur—Lain; Devataa—Para Dewa; Chita—Mind/Pikiran; na—tidak; Dharaee—Menjaga; Hanumanta—Hanuman; sei—dengan; Sarva—Semua; Sukha—Kebahagiaan; Karaee—Melakukan

“Janganlah menganggu pikiranmu dengan menyembah para dewa yang lain, ketika kamu sudah punya Hanuman, sang pemberi semua kebahagiaan.” Hanuman Chalisa 35 Terjemahan bebas dari (Krishna, Anand. (2010). The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

“Devataa atau ‘para dewa’ adalah elemen-elemen non-materi, non-fisik. Mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mental serta emosional kita. Materi atau fisik hanya dapat memuaskan panca-indera kita. Dan apa yang memberi kepuasan pada panca-indera belum tentu memuaskan bagi pikiran serta emosi kita.

 

“Penyakit (illness) bersifat fisik, tetapi penyakit (dis “ease”) bersifat mental emosional.

“Orang bisa secara fisik sakit, tetapi secara mental dan emosional merasa nyaman. Demikian juga, orang bisa secara fisik sehat, namun secara mental dan emosional merasa tidak nyaman.

“Materi tidak menjamin apapun, karena ia bahkan tidak bisa menjamin keberadaannya sendiri. Materi selalu berubah, begitu juga tubuh fisik kita serta panca-indera kita. Materi paling banter hanya dapat memberikan kita kenyamanan. Ia tidak bisa memberi kita kebahagiaan.

 

“Kebahagiaan bersifat non-materi, non-fisik.

“Kebahagiaan berhubungan dengan lapisan-lapisan kesadaran mental dan emosional kita dan bukannya lapisan kesadaran fisik.

“Dalam ayat ini, Hanuman mewakili sesuatu yang bersifat non-materi, non-fisik, sehingga ia disebut sebagai sang pemberi kebahagiaan. Namun, para devata atau dewa pun juga demikian adanya. Mereka juga bersifat non-materi dan non-fisik. Mengapa memilih Hanuman ketimbang mereka?

 

“Para dewa dibagi kedalam lima kelompok besar:

“Kelompok Bumi, Kelompok Api, Kelompok Air, Kelompok Udara, dan Kelompok Eter atau Ruang.

“Eter atau Ruang adalah yang terbesar di antara mereka. Adalah eter yang menopang keempat kelompok lainnya. Sesungguhnya semua elemen tersebut eksis di dalam eter, di dalam ruang.

“Elemen-elemen alam yang masuk kedalam tiga kelompok pertama—Bumi, Api dan Air—hanya memuaskan emosi kita saja. Elemen-elemen alam yang masuk kedalam dua kelompok berikutnya—Udara dan Eter—memenuhi kebutuhan-kebutuhan mental serta intelektual kita.” Terjemahan bebas dari (Krishna, Anand. (2010). The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

 

“Hanuman adalah jumlah keseluruhan dari semua elemen tersebut.

“Ibunya, Anjana, adalah makhluk kayangan. Sang ibu mewakili eter. Hanuman juga disebut sebagai Vayu-Putra, putra dari Dewa Angin, yang mewakili elemen udara.

“Bahkan ketika masih kecil, ia menelan matahari—elemen api. Ia mampu terbang Dan menyeberangi samudera untuk menemukan Sita di Lanka—elemen air. Dan ia terlahir, hidup dan berkarya di planet ini—elemen tanah.

“Hanuman utuh adanya. Semua elemen ada di dalam dirinya. Ketika Anda memiliki pemberi kebahagiaan yang holistik, yang total, yang utuh seperti demikian, mengapa mesti mencari para dewa yang lain? Mereka belum lengkap, belum menyeluruh.

“Hanuman sudah lengkap, sudah sempurna, dan Hanuman itu adalah Anda! Anda utuh dan lengkap adanya.

 

“Aur Devata Chita na Dharaee, Hanumanta sei Sarva Sukha Karaee”

“Janganlah menganggu pikiranmu dengan menyembah para dewa yang lain; Ketika kamu sudah punya Hanuman, sang pemberi semua kebahagiaan.”

“Makna batin dari ayat ini sangatlah indah: Anda tidak perlu mondar-mandir kesana kemari mencari kebahagiaan di dunia luar. Sumber kebahagiaan ada di dalam diri Anda. Maka dari itu, berbahagialah!” Terjemahan bebas dari (Krishna, Anand. (2010). The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Renungan #Gita: Kebenaran Relatif Sudut Pandang Materi dan Kebenaran Mutlak Sudut Pandang Jiwa

buku bhagavad gita

Cover Buku Bhagavad Gita

Bhagavad Gita 11:2

“Telah kudengarkan secara rinci dari-Mu, wahai Kamalapattraksa (Krsna; ia yang Bermata Indah bak bunga teratai, ikhwal ciptaan, evolusi, dan peleburan makhluk-makhluk seantero alam; pun tentang kemuliaan-Mu.” Bhagavad Gita 11:2

“Salah satu aspek kebenaran hakiki adalah bila ada kelahiran, maka niscaya ada kematian. Ada evolusi, ada disolusi…

“TIADA SESUATU YANG BERTAHAN – Segala sesuatu sedang berubah. terus. Tidak ada sesuatu yang permanen.

“Ini adalah salah satu aspek Kebenaran. Aspek Kebenaran dari sudut pandang materi atau kebendaan.

“Aspek ini, bisa juga dipahami oleh para ilmuwan yang membanggakan diri sebagai ateis. Aspek ini relatif mudah untuk dipahami.

“Namun, ada juga aspek lain dari Kebenaran Tunggal yang satu dan sama ada-Nya. Aspek ini tidak mudah dipahami, karena untuk memahaminya kita mesti menembus dimensi ‘nyata’ dan memasuki dimensi ‘gaib’ atau ‘tidak nyata’.

“ASPEK INI ADALAH Keabadian Jiwa dan Relasi Jiwa dengan Jiwa Agung. Aspek ini tidak nyata, setidaknya belum terungkap sepenuhnya bagi kita yang masih hidup dalam keraguan.

“Aspek ini bersifat spiritual, rohani. Aspek ini mempertemukan materi dan Spirit atau Jiwa, di mana materi terlihat jelas tidak bisa berbuat apa-apa tanpa landasan Spirit, tanpa Jiwa.

“Segala perubahan yang terjadi di alam benda ‘bisa teljadi’ karena adanya interaksi dengan Jiwa, dengan Spirit. Tanpa adanya interaksi dengan Spirit, tidak ada pemain sandiwara, tidak ada permainan. Tidak ada sandiwara.

“Jiwa atau Spirit bersifat kekal abadi. Sementara itu, alam benda berubah terus. Para pemain pun berganti peran terus. Setting sandiwara juga tidak statis, ada saja perubahan.” (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

 

“Arjuna berterima kasih kepada Krsna, sebab, berkat kasih-Nya, berkat wejangan-Nya, ia bisa memahami tentang kedua hal ini, bahwasanya ada. .. ..

“KEBENARAN RELATIF DAN ADA KEBENARAN MUTLAK – Kebenaran relatif adalah kebenaran alam  benda, kebendaan, materi. Segalanya berubah, relatif. Kejadian-kejadian di alam ini kita pahami berdasarkan persepsi kita.

“Huru-hara yang terjadi di suatu negara bisa dipahami sebagai urusan dalam negeri mereka; atau, sebagai suatu kejadian yang dapat mengganggu stabilitas seluruh Wilayah di sekitarnya. Ada yang memahami huru-hara itu sebagai upaya untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Ada yang melihatnya sebagai konspirasi pihak-pihak yang memang tidak menginginkan stabilitas di wilayah tersebut.

“Jadi, persepsi kita tentang satu kejadian yang sama bisa beda, bahkan bertolak-belakang, karena kebenaran alam-benda memang bersifat relatif.

“Namun, di balik kebenaran relatif, adalah Kebenaran Mutlak — Kebenaran Jiwa — yang mana, tidak selalu dipahami. Di balik segala kejadian, ada ‘sebab utama’. Untuk mengetahuinya, mesti menggali diri.

“Di balik pengalaman suka dan duka, adalah keinginan  Jiwa sendiri untuk mengalami semua itu. Dan, Jiwa yang sedang mengalami pun sesungguhnya adalah percikan dari Jiwa Agung, Hyang adalah Kebenaran Mutlak. Keraguan kita, sebagaimana juga keraguan Arjuna, bisa sirna karena kesadaran tentang Jiwa dan tentang hubungannya dengan Jiwa Agung.” (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Catatan Terkait: https://gitakehidupansepasangpejalan.wordpress.com/2015/07/15/renungan-gita-latihan-setiap-jam-setiap-detik-intensif-dan-repetitif-untuk-mengubah-kebiasaan-mind/